Kamis, 24 September 2009

Saba'iyah

Mereka ini adalah pengikut 'Abdullah bin Saba', orang yang dikenal sebagai "bapak bid'ah," orang yang pernah berkata kepada 'Ali "Engkau adalah Engkau." Karenanya Ali ra mengusirnya ke Tsesiphon.
Dikatakan bahwa 'Abdullah bin Saba' ini tadinya seorang Yahudi yang memeluk Islam. Ketika dia masih beragama Yahudi, dia biasa mengatakan bahwa Joshua bin Nun sebagai pewaris (washiy) Nabi Musa. Dia juga mengatakan hal yang sama kepada Ali yang diakui 'Abdullah bin Saba' sebagai imam pertama. Dari Abdullah bin Saba' inilah munculnya segala jenis kaum ekstrimis.
'Abdullah bin Saba' berpendirian bahwa Ali masih hidup dan tidak mati. Padanya terdapat suatu elemen ketuhanan, makanya mustahil baginya dapat dikalahkan oleh kematian. Ali-lah yang (dikatakan) datang di atas awan itu, suaranya adalah halilintar dan kilatan halilintar adalah senyumnya. Dia akhirnya (pada waktunya) akan turun ke bumi ini untuk menegakkan keadilan, sedangkan sekarang ini bumi sedang sarat denga ketidakadilan.
'Abullah bin Saba' mengungkapkan pandangan-pandangannya itu setelah kematian Ali. Suatu kali, sejumlah orang berkumpul di sekelilingnya, yang kemudian membentuk kelompok pertama yang berkeyakinan bahwa keghaiban dan kemunculan kembali imam terhenti pada seorang imam (doktrin ini disebut tawaqquf).
Mereka juga perpendirian bahwa setelah Ali, unsur ketuhanan ditransmisikan dari seorang imam kepada yang lainnya. Selanjutnya Ibnu Saba' mengatakan bahwa fakta ini dikenal pula pada diri para sahabat Nabi saw walaupun memang mereka tak berbuat sesuai dengan unsur tersebut. Misalnya, ketika Ali ra mengecoh pandangan seseorang di tempat suci sebagai suatu hukuman baginya, dan hal ini dilaporkan kepada Umar ra, dia berkata "Apa yang harus kulakukan terhadap tangan Allah yang telah mengecoh sepasang mata di tempat suci-Nya." Dengan demikian Umar memakai nama Allah bagi Ali sebab ia mengetahui ada unsut Allah padanya.

Mughiriyah

Mereka adalah para pengikut Mughirah b. Sa'id al-'Ijli. Mughirah mengklaim bahwa setelah Muhammad b. Ali b. Husain, imamah adalah miliki Muhammad al Nafs, ruh suci, putera 'Abdullah b. Hasan b. Hasan yang memberontak di Madinah.

Dia percaya bahwa Muhammad masih hidup dan tidak mati. Mughirah adalah seorang mawla khalid b. Abdullah al Qasri. Setelah imam Muhammad, dia mengklaim dirinya sebagai imam, kemudian mengaku sebagai nabi. Dia juga mengharamkan perkara-perkara yang dihalalkan. Mengenai Ali, dia berpandangan ekstrim.

Mughirah juga mempercayai anthopomorphisme. Dia mengatakan bahwa Allah memiliki satu bentuk dan satu jisim, memiliki bagian-bagian seperti huruf-huruf alfabet. Bentuk-Nya ialah bentuk seorang manusia yang bertaubat dari cahaya yang dikepalanya terpampang sebuah mahkota cahaya, dan dari dalam hati-Nya terpancar hikmah (kebijaksanaan). Dia (mughirah) juag berkeyakinan bahwa jika Allah menghendaki untuk menciptakan dunia, maka dia menyebut nama-Nya yang Agung yang memancar dari kepala-Nya dalam bentuk sebuah mahkota. Ini, kata mughirah, adalah arti dari firman Allah, "Sucikanlah nama Tuhanmu yang paling Agung, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)." (Al-A'la: 1-2)

Setelah itu, Allah melihat pebuatan-perbuatan manusia yang telah tuliskan pada catata-Nya. Dia marah melihat pebuatan-perbuatan dosa mereka sehingga keringat-Nya bercucuran. Dari keringat-Nya ini terbentuklah dua lautan (samudera, yang satu asin dan yang lainnya tawar; yang asin kelihatannya gelap, sedangkan yang tawar terang). Dia mengelurkan mata dari alis-Nya seraya berkata, "Tidak ada Tuhan lain selain Aku."

Kini Allah menciptakan segala sesuatu dari dua samudera tadi, menciptakan kaum mukminin dari samudra yang tawar. Dia menciptakan kaum kafirin dari samudra yang asin. Pertama, Dia menciptakan bayangan-bayangan manusia, menciptakan bayangan Muhammad dan Ali sebelum manusia yang lainnya. Kemudian, Allah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung agar mereka memikulnya (lihat Al-Ahrab: 72), yakni amanah untuk melindungi Ali dari (orang-orang yang akan bertindak tidak adil kepadanya dalam perkara imamah), tetapi mereka (bumi, lengit, gunung) menolak amanah tersebut. Allah kemudian menawarkan kepada manusia. Umar meminta Abu Bakar untuk menanggung amanah itu dan berjanji untuk membantunya dalam menyisihkan Ali, dan Umar sendiri akan menjadi penggantinya kelak. Ini disepakati berdua, dan pada lahiriyahnya keduanya kelihatan bersedia untuk melindungi Ali. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, "…dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (Al-Ahzab: 72). Mughirah berpendirian bahwa ayat berikutnya, "Seperti setan ketika dia berkata kepada manusia, "Kafirlah Engaku kepada Tuhanmu." Tetapi ketika dia melakukan suruhan syetan itu, syetan berkata kepadanya, "Aku tak bertanggung jawab dengan kekafiranmu itu." (Al-Hasyr: 16)

Ketika Mughirah terbunuh, para pengikutnya berselisih. Sebagian berkeyakinan bahwa mereka seyogyanya menantikan kedatangannya kembali, sedangkan yang lainnya berkeyakinan bahwa mereka seharusnya menunggu imamah Muhammad sebagaimana yang dilakukan Mughirah. Mughirah telah memepercayai imamah Abi Ja'far Muhammad bin Ali, tetapi berpandangan ekstrim mengenainya dan menganggapnya sebagai Tuhan. Sebagai akibatnya, Baqir melepaskan diri dari padanya dan mengutuknya.
Mughirah telah berkata kepada para pengikutnya, "Nantikanlah dia (Abu Ja'far). Dia akan kembali, Jibril dan Mikail akan menyatakan bai'at kepadanya di antara sudut Ka'bah dan makam Ibrahim." Dia juga menyatakan Abu Ja'far akan menghidupkan orang yang telah mati.

Manshuriyah

Mereka dalah para pengikut Abu Mansyur al 'Ijli yang pada mulanya mengklaim pengikut Abu Ja'far Muhammad bin Ali al Baqr. Tetapi, ketika Baqir menyatakan berlepas diri terhadapanya, dia mengklaim dirinya sebagai imam dan menyeru orang-orang untuk mengikutinya. Ketika baqir meninggal dunia, dia memproklamirkan diri, "Imamah telah berpindah kepadaku," dan dia mempublikasikan proklamasinya ini.

Sekelompok pengikutnya muncul di kalangan Bani Kindah di Kuffah. Tetapi, ketika Yusuf bin Umar al Tsaqafi, gubernur Irak pada masa Hisyam, menangkap dan menyalibnya setelah mendengar klaimnya ini dan propagandanya yang menyesatkan.

Abu Mansyur juga berpendirian bahwa Ali ialah "Apa yang turun dari langit," (As-Saba': 5) atau barangkali dia berkata, "Apa yang turun dari langit ialah Allah sendiri." Ketika dia mengklaim dirinya sebagai imam, dia telah berpendirian bahwa dia telah memukul kepalanya dengan tanga-Nya, seraya Dia berkata keapdanya, "Wahai anak-Ku, turunlah kau dan sampaiakan risalah-Ku agar diketahui manusia." Kemudian dia mengutusnya turun dari langit ke bumi. Dia dengan demikian adalah apa yang turun dari langit itu.

Abu Mansyur selanjutnya berpendirian bahwa para rasul tak akan pernah terhenti, dan bahwa kerasulan tak akan pernah berakhir. Dia juga mengatakan bahwa surga adalah seorang manusia dengan mana kita dilarang untuk bersahabat, disuruh untuk memusuhinya, orang ini adalah musuh Imam Mahdi. Segala hal yang dilarang agama dia tafsirkan dalam terma-terma orang tertentu yang telah Allah diperintahkan untuk memusuhinya, dan segala perkara yang diperintahkan atau diwajibkan Allah untuk melakukannya, dia tafsirkan menurut terma-terma orang tertentu yang telah Allah perintahkan untuk bersahabat dengannya. Para pengikutnya memandang halal untuk membunuh musuh-musuh mereka, merampas harta milik mereka dan mempusakai isteri-isteri mereka.

Mansyuriyah adalah sebuah aliran dari Khurramiyah. Tujuan mereka dalam menafsirkan ayat-ayat tentang kewajiban dan larangan-larangan dengan terma-terma tertentu itu ialah bahwa siapa saja yang berhasil menemukan orang seperti itu dan menganlnya, maka dia sejak itu bebas dari kewajiban, tak lagi terkena taklif hukum perintah, sebab dia telah mencapai surga dan kesempurnaan diri. Salah satu dari inofasi al 'ijli ialah dia mengatakan bahwa objek ciptaan Allah yang pertama kali adalah 'Isa al Masih bin Maryam, kemudian setelahnya Ali bin Abi Thalib.

Khaththabiyah

Mereka inilah para pengikut Abul khaththab Muhammad bin Abu Zainal al-Asdi al-Ajda' (orang yang berkudung), seorang mawla Banu Asad, yang mengklaim sebagai pengikut setia Abu Abdullah ja'far bin Muhammad al-Shadiq. Namun ketika l-Sadiq mendengar penakuannya yang palsu itu dan mengetahui pandangan-pandangannya mengenai dirinya yang ekstravagans (melampau batas), dia (Ja'far) bukan saja menyatakan dirinya terlepas daripada dan mengutuknya, tetapi juga menyerukan kepada semua pengikutnya untuk menyatakan berlepas diri dari padanya. Dia (Ja'far) sangat tegas dalam hal ini, dan dengan panjang lebar sekali dia menyatakan berlepas dir dari padanya dan mengutuknya.
Ketika Abul Khaththab memisahkan dirinya dari al-Sadiq, dia mengklaim dirinya sendiri sebagai imam. Dia mengatakan bahwa imam-imam pada mulanya adalah para nabi, dan kemudia menjadi Tuhan. Dia mempercayai Ja'far sebagai Tuhan dan juga leluhurnya. Mereka ini semua kata dia, adalah putra-putra dan kekasih Allah. Ketuhanan adalah secercah sinar yang terdapat pada kenabian, dan kenabian adalah secercah sinar dalam imamah, mustahil bagi dunia untuk ada tanpa adanya tanda-tanda dan sinar-sinar seperti itu. Dia menegaskan bahwa pada masa sekarang ini Ja'fa adalah Tuhan. Allah, sungguh, bukanlah suatu bentuk yang dapat dicapai indra penglihatan manusia, tetapi manakala Dia turun ke dunia ini, Dia akan berbentuk manusia, dan dalam bentuk inilah dia akan dapat dilihat.
Ketika Musa bin 'Isa, jenderal al-Manshur, mendengar propaganda jahat Abul Khaththab, dia segera membunuhnya di Kufah. Setelah kematiannya, kelompok Khaththabiyyah ini terpecah kepada beberapa sub-aliran. Salah satu sub-sekte darinya berpendapat bahwa imam setelah Abul Khaththab adalah Mua'mar. Mereka percaya bahwa dunia ini tidak akan pernah berakhir dan bahwa surga yang dinikmati manusia terdiri dari hal-hal yang menyenangkan, barang-barang megah, dan segala apa yang mencukupi kebutuhan umum lainnya. Sedangkan neraka, di lain segi, terdiri dari hal-hal yang tidak menyenangkan: kesukaran dan penderitaan yang dialami manusia. Mereka menganggap alkohol, perzinaan, dan segala perkara yang dilarang agama sebagai sesuatu yang halal. Mereka juga membolehkan untuk meninggalkan salat dan kewajiban-kewajiban agama lainnya. Kelompok ini dinamakan kelompok Muammariyyah.
Kelompok lain berpendirian bahwa setelah Abul Khaththab, yang menjadi imam adalah Bazigh. Orang ini berpendapat bahwa Ja'far adalah Allah, dalam artian bahwa Allah telah menjelma dalam bentuk manusia, yak'ni Ja'far. Dia juga berpendirian bahwa setiap orang beriman menerima wahyu dari Allah, dan dia menafsirkan ayat Allah yang berbunyi, "tak seorang pun dapat beriman kecuali dengan kehendak Allah" (Yunus:100) sebagai wahyu daripada-Nya. Dengan cara yang sama pula dia menafsirkan firman-Nya yang berbunyi, "Tuhanmu mewahyukan kepada lebah." (An-Nahl: 68).
Dia juga berpendirian bahwa sebagian dari para pengikutnya lebih unggul daripada Jibril dan Mikail, dan berkeyakinan bahwa sebagian dari manusia yang telah mencapai kesempurnaan diri hendaklah (kalau dia mati) janganlah dikatakan mati, tetapi hendaklah dikatakan bahwa dia telah kembali ke alam langit. Semua pengikutnya mengklaim bahwa mereka melihat orang-orang yang telah mati pada pagi dan sore hari. Kelompok ini dinamakan Bazighiyah.
Kelompok yang lainnya berpendirian bahwa setelah Abul Khaththab yang menjadi imam adalah 'Umair bin Bayan al-'Ijli. Keyakinan-keyakinan mereka ini sama dengan kelompok pertama di atas, walaupun mereka mengakui bahwa mereka yang mati adalah benar-benar mati saja. Mereka mendirikan markasnya di Kunasa di Kufah, tempat mereka berkumpul untuk menyembah Imam Ja'far al-Shadiq. Tersiarlah berita mengenai mereka ini kepada Yazid bin 'Umar bin Hubairah yang kemudian menangkap 'Umair dan menyalibnya di Kunasa di Kufah juga. Kelompok ini disebut dengan 'Ijliyah atau juga 'Umairiyah.
Kelompok yang lainnya berpendapat bahwa yang menjadi imam setelah Abul Khaththab adalah Mufadhdhal al-Sairafi. Anggota kelompok ini mempercayai Ja'far sebagai Tuhan tetapi tidak dalam kenabian dan kerasulannya. Mereka ini dikenal dengan kelompok Mufadhdhaliyah.
Ja'far bin Muhammad al-Shadiq sendiri menyatakan berlepas diri dari semua aliran ini, menolak mereka dan mengutuk mereka. Mereka semua telah terbalut kebingungan, tersesat, dan tak mengetahui (jahil) karakter imam-imam mereka yang sebenarnya, dan mereka ini sungguh merugi.

Kamiliyah

Mereka ini adalah para pengikut Abu Kamil yang menyatakan bahwa semua sahabat Nabi saw kafir sebab mereka tak menyatakan baiat (bai'at) kepada Ali ra.

Pada waktu yang sama dia mencela Ali sebab dia (Ali) tak menegaskan klaimnya selaku imam, dan tidak adanya tindakan apa-apa dari Ali itu tak bisa dimaafkan (oleh Abu Kamil). Dia mengatakan bahwa Ali seharusnya datang menemui khalayak secara terang-terangan dan membuktikan kebenaran (klimnya selaku imam). Abu Kamil, walau bagaimanapun, berpandangan ekstrim mengenai Ali ini.

Abu Kamil biasa mengatakan bahwa imamah merupakan suatu sinar yang memancar dari seseorang kepada orang lain. Pada diri seseorang sinar tersebut menjadi kenabian dan pada orang yang lainnya menjadi imamah. Abu Kamil mempercayai pula perpindahan ruh-ruh dari orang telah mati. Kendatipun terbagi-bagi ke dalam berbagai kelompok, namun Ghaliyah pada umumnya mempercayai perpindahan ruh-ruh ini dan percaya pula kepada inkarnasi. Doktrin perpindahan ruh-ruh ini, sungguh, telah dipegang oleh setiap aliran atau lainnya pada setiap umat beragama, doktrin tersebut mereka ambil dari Muzdakiyah, Majusi, Brahma di India, para filosof atau dari kaum Sabean.

Kamiliyah percaya bahwa Allah ada setiap tempat, bahwa dia berbicara melalui setiap lidah dan bahwa Dia menjelma pada setiap orang. Ini terjadi dengan inkarnasi. Inkarnasi mungkin bersifat parsial dan mungkin pula total. Inkarnasi parsial adalah seperti matahari bersinar pada sebuah alcove atau pada sekeping kristal. Sedangkan inkarnasi total yang seperti munculnya seorang malaikat dengan bentuk seorang manusia, atau munculnya syetan dalam bentuk seekor binatang.

Perpindahan ruh ada empat macam yaitu naskh, maskh, faskh, dan raskh. Tahapan perpindahan ruh yang tertinggi ialah perpindahan ruh para malaikat dan Nabi, sedangkan yang terendah ialah perpindahan ruh syetan dan jin. Abu Kamil mempercayai perpindahan ruh-ruh itu hanyalah secara umum tanpa memberikan perincian.

Hisyamiyah

Catatan: Tulisan ini diperuntukkan bagi para pembaca ahli yang cukup banyak membaca literatur Islam atau memahami seluk-beluk Islam dan bagi pemula tidak disarankan untuk mengikuti tulisan ini agar terhindar dari kebingungan dan salah faham.

Mereka ini adalah para pengikut dua orang yang sama-sama bernama Hisyam, Hisyam bin al-Hakam, yang termasyhur dengan pandangan-pandangan antrhropomorphisnya, dan Hisyam bin Salim al-Jawaliqi yang mengikuti pandangan-pandanagn itu. Hisyam bin al-Hakam adalah seorang teolog Syi'ah. Dia banyak berdebat dengan Abu al-Hudzail mengenai pekara-pekara teologis, di antaranya ialah dalam persoalan-persoalan mengenai anthropomorphisme dan ilmu Allah terhadap segala sesuatu.

Ibn al-Rawandi meiwayatkan dari Hisyam bahwa dia mengatakan ada beberapa jenis keserupaan antara Allah dengan benda jasmaniah (corpreal things), kalau tidak demikian maka niscaya semua tak akan dapat mengetahui-Nya. Tetapi menurut al-Ka'bi, dia mengatakan bahwa Allah merupakan sesuatu atau sebuah jisim yang memiliki bagian-bagian dan sebagian daripadanya berbentuk banyak, tetapi Dia sama sekali tak serupa dengan makhluk atau makhluk tidak serupa dengan Dia. Dikatakan pula bahwa Dia berada pada suatu tempat dan lokalitas yang khas bagi-Nya, bahwa Dia bergerak, tetapi gerakannya itu adalah aktifitas-Nya sendiri dan bukan gerakan dari suatu ke suatu tempat lain. Dia juga mengatakan bahwa dalam dirinya sendiri Allah merupakan suatu Dzat yang terbatas (Dzat yang terbatas kepada diri-Nya sendiri), tetapi bagaimanapun Dia bukan Dzat yang terbatas dalam kekuasaan-Nya. Menurut Abu 'Isa al-Warraq, dia juga mengatakan bahwa Allah berkontak dengan Arsy-Nya dengan suatu cara sehinga tak ada bagian manapun dari bagian-Nya yang menutupi Arsy itu yang melebihinya.

Pandangan-pandangan Hisyam bin Hakam adalah sebagai berikut: Allah secara eternal (kekal) mengetahui diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu selain diri-Nya dia ketahui setelah semua itu berwujud (setelah ada baru dapat Dia ketahui), dengan suatu ilmu yang tidak dapat dikatakan apakah ia eternal atau diciptakan. Alasannya ialah bahwa yang dikatakan ilmu mesti ia merupakan suati sifat, dan suatu sifat tak bisa dilukiskan atau diuraikan lebih lanjut di sini. Tidak pula bisa dikatakan bahwa ilmu-Nya itu adalah Dia sendiri atau selain Dia, atau hanya ilmu-Nya bagian dari Dia.

Adapun mengenai kalam Allah Hisyam berpendapat bahwa ia adalah sesuatu sifat Allah, dan tidak bisa dikatakan apakah ia diciptakan atau tidak.

Hisyam berpendapat bahwa aksiden-aksiden tidak akan mampu menuntun kita untuk mengetahui Allah, sebab sebagian dari aksiden-aksiden itu membutuhkan suatu bukti keberadaannya masing-masing. Apa yang akan menghantarkan kita untuk mengetahui-Nya mestilah sesuatu yang eksistensinya terbukti dengan serta merta, dan bukannya sesuatu yang dapat kita ketahui dengan infrensi kita. Dia juga mengatakan bahwa kapasitas adalah sesuatu tanpa mana suatu perbuatan tak akan ada, misalnya, alat/perkakas, anggota tubuh, waktu dan tempat.

Sementara itu Hisyam bin Salim mengatakan bahwa Allah berbentuk seorang manusia. Bagian sebelah atas hampa sedang bagian sebelah bawah bersifat padat. Dia adalah seberkas sinar yang bersinar cemerlang, disamping lima indranya, Dia mempunyai tangan, kaki, hidung, mata, mulut dan rambut-Nya yang hitam, hitam pekat bersinar. Namun, Dia bukanlah daging dan darah.
Hisyam juga mengatakan bahwa kapasitas merupakan bagian dari seseorang yang berkemampuan (untuk berbuat). Selanjutnya diriwayatkan bahwa dia berpendirian bahwa mungkin saja para Nabi untuk melakukan dosa-dosa, kendatipun mereka (Hisyam dan pengikutnya) mempercayai ke ma'shum'an para imam. Dia membedakan antara Nabi dan imam dengan mengatakan bahwa Nabi menerima wahyu yang dengannya dia diperingatkan dari dosanya dan bertaubat, akan tetapi imam tidaklah menerima wahyu, maknanya pastilah dia bebas dari dosa.

Hisyam berpandangan ekstrim dalam pandangan-pandangannya tentang Ali. Dia mengatakan bahwa Ali adalah Allah yang wajib ditaati. Hisyam al-Hakam ini adalah seorang teolog yang bermata sebelah, barangkali tak melupakan kritisismenya terhadap Mu'tazilah. Sungguh dia melakukan suatu kesalahan yang lebih besar daripada mencela musuh-musuhnya dan ia telah terperosok ke jurang anthropomorphisme yang lebih menjijikkan, sebab dia telah mengkritik al-Allaf dengan mengatakan, "Anda mengatakan bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya dan ilmu-Nya adalah esensi-Nya. Kalau demikian, berarti Allah akan seperti benda-benda yang diciptakan yang ia ketahui dengan ilmu-Nya, tetapi tidak seperti benda-benda yang diketahui-Nya melalui esensi-Nya. Dia mengetahui tetapi tidak seperti mengetahui benda-benda selain Dia. Lalu, mengapa Anda tak mengatakan bahwa Allah suatu jisim tetapi tak seperti jisim yang lain? Atau, bahwa Dia mempunyai bentuk tetapi tak seperti bentuk-bentuk yang dimiliki oleh selain Dia. Dia seorang manusia tetapi tidak seperti manusia-manusia yang lain."

Zurarah bin A'yun sekata dengan Hisyam dan mengatakan bahwa ilmu Allah itu diciptakan. Dia selanjutnya menambahkan bahwa kekuasaan-Nya, hidup-Nya, dan sifat-sifat-Nya yang lain juga diciptakan, dan bahwa sebelum penciptaan semau sifat-sifat ini, Allah tak mengetahui, berkuasa, hidup, melihat, berkehendak, dan berbicara. Dia (Zurarah) mendukung Imamah 'Abdullah bin Ja'far, tetapi ketika dia menanyakan kepada 'Abdullah bin Ja'far hal yang sama, ia memperoleh jawaban yang tak memuaskan, maka dia berbalik menyokong imamah Musa bin Ja'far. Menurut beberapa keterangan, dia tak mengakui Imamah 'Abdullah, tetapi dia hanyalah menunjuk Alquran sembari mengatakan, "Inilah imamku, agaknya menjadi terlalu sukar bagi saya untuk mengakui 'Abdullah bin Ja'far sebagai imam saya."
Diriwayatkan bahwa Zurarah berpendirian bahwa ilmu yang dimiliki seorang imam adalah ilmu yang mutlak perlunya, dan mustahil bagi dia bodoh. Alasannya ialah bahwa semua ilmunya adalah ilmu yang natural dan mutlak perlunya. Apa yang dapat diketahui orang lain melalui akalnya itu namanya ilmu yang primer bagi imam dan mutlak perlunya, sedangkan ilmu natural tak akan tercapai oleh selain imam.

Ghaliyah (Kelompok Syi'ah Ekstrim)

Kelompok penganut Syi'ah Ghaliyah (Syi'ah Ghalat) adalah mereka yang berpandangan ekstrim mengenai imam-imam mereka, memandang mereka melebihi batas-batas mereka selaku makhlul Allah dan memberikan sifat-sifat Allah kepada mereka.

Terkadang kelompok ini menyerukan seorang imam dengan Allah, pada waku yang lain mereka menyamakan Allah dengan manusia. Dengan demikian, berarti merka telah terjerumus ke dalam dua ekstrim. Ide-ide sesat kelompok Ghaliyah ini berasal dari doktrin-doktrin yang di pegang oleh orang-orang yang percaya kepada inkarnasi dan perpindahan ruh-ruh, atau mereka yang memegang keyakinan-keyakinan kaum Yahudi dan Nasrani, sebab ummat Yahudi pun meyerukan Allah dengan manusia dan umat Kristen (Nasrani) menyamakan manusia dengan Allah. Ide-ide ini begitu dalam pengaruhnya terhadap pikiran-pikiran kaum syi'ah yang ekstrim sehingga mereka mensifatkan sifat-sifat Allah kepada sebagian imam mereka.

Anthropomorphisme pertama kali muncul dikalangan Syi'ah dan baru pada waktu-waktu berikutnya ditemukan pula dikalangan suniyah. Syi'ah, namun demikian, terpengaruhi oleh Mu'taziliyah yagn mereka anggap lebih rasioanal dan selanjutnya Syi'ah ini meninggalkan Anthropomorphisme dan beralih mempercayai inkarnasi.

Inovasi-inovasi kelompok Syi'ah Ghaliyah dapat disimpulkan menjadi empat:
anthropomorphisme,
bada'a (perubahan pikiran pada diri Allah),
kedatangan kembali imam (yang telah mati),
metempsikosis.
Diberbagai tempat, kepolompok Ghaliyah ini dikenal dengan berbagai nama pula. Dus, penduduk Isfahan menamakan mereka dengan Al-Khurramiyah (Kharamiyah atau Karamitah) dan Al-Mazdakiyah dan Al-Sabadziyah; di Adzerbaijan dikenal dengan Al-Duquliyah; di Transoksiana dikenal dengan Al-Mubayyidhah, sedangkan di lain tempat, dikenal dengan Al-Muhammirah.
Kelompok Syi'ah Ghaliyah (Syi'ah ekstrim) terbagi kepada sebelas kelompok, yaitu:
Saba'iyah
Kamiliyah
'Alba'iyah
Mughiriyah
Manshuriyah
Khaththabiyah
Kayyaliyah
Hisyamiyah
Nu'maniyah
Yunusiyah
Nusairiyah dan Ishaqiyah

Bagaimana Sifat Rafidhi dan Mengapa Disebut Demikian?

(Murid Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad yang bernama Syeikh Ahmad bin ‘Abdul Karim al-Hasawi As-Syajjar menulis di Tatsbitul Fuad)

Aku membaca dalam sebuah buku sejarah bahwa, khalifah pertama Bani ‘Abbas, Saffah, suatu hari berziarah ke makam Nabi saw. Ia mendengar seorang syarif syi’i, yang berdiri tepat di hadapan kubur Rasulullah saw, berkata, “Setelah engkau meninggal, kami dizalimi, dianiaya dan hak kami diambil.”
Saffah bertanya kepadanya, “Siapa yang berbuat zalim, menganiaya dan mengambil hartamu?’
“Abu Bakar mengambil bagian kami dari rampasan perang Khaibar dan Fadak.
Ia lalu memasukkannya ke Baitul Mal,” jawabnya.
“Siapakah yang menjadi khalifah setelah beliau?”
“‘Umar.”
“Apa yang ia lakukan terhadap harta itu.”
“Ia berbuat seperti Abu Bakar dan terus-menerus menzalimi kami.”
“Kemudian siapa yang diangkat sebagai khalifah setelahnya?”
“‘Utsman.”
“Apa yang ia lakukan terhadap harta itu?”
“Ia berbuat seperti Abu Bakar dan ‘Umar. Ia menzalimi kami.”
“Setelah dia siapa yang diangkat menjadi khalifah?”
“‘Ali.”
“Apa yang ia lakukan terhadap harta itu?”
Lelaki itu terdiam, merasa sangat malu dan ingin segera lari dari tempat itu. Sebab, ia tahu bahwa Sayyidina ‘Ali juga berbuat sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman. Saffah lalu berkata kepadanya,
“Demi Allah, kalau ini bukan hari pertamaku di pemerintahan, aku pasti akan menjadikanmu sebagai contoh bagi orang lain. Wahai musuh Allah, kau menuduh Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman telah menzalimimu padahal mereka berbuat sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan Ali.” [1]

Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad berkata:
Mereka disebut Rafidhah karena dahulu sekelompok orang yang merupakan leluhur mereka datang menemui Sayyidina Zaid bin ‘Ali, saudara Muhammad al-Baqir yang dianggap oleh kelompok Zaidiyah sebagai imam mereka dan Abu Hanifah menuntut ilmu darinya. Mereka berkata kepada beliau, “Wahai Zaid, kami akan menjadi pasukanmu untuk menghadapi musuh-musuhmu dengan satu syarat, yaitu kamu berlepas diri dari Abu Bakar dan ‘Umar.” Beliau menjawab, “Aku justru berlepas diri dari orang yang berlepas diri dari Abu Bakar dan ‘Umar.” Mereka lalu berkata kepadanya, “Kalau begitu kami Akan meninggalkanmu.” Beliau berkata, “Pergilah, kalian adalah Rafidhah.” Sejak saat itu mereka disebut Rafidhah. [2]
______________________

[1] ‘Abdullah bin ‘Alwi al-Haddad, Tatsbitul Fuad, jilid II, cet. ke-1,
Pustaka National Ltd., Singapura, 1999/1420, hal. 227-228.

[2] Ibid., 228.

Alba'iyah

'Mereka adalah para pengikut al-'Alba bin Dzira al-Dawasi, oleh sebagian orang dipanggil al-Asdi. Al-DawAsi menganggap Ali lebih dari Nabi saw dan mengatakan bahwa Ali-lah yang telah mengutus Muhammad sebagai rasul itu, dan dia (al-Dawasi) menyebut Ali dengan Allah.

Dia juga berpendirian bahwa Muhammad berdosa sebab menurut 'albai', Muhammad diutus adalah untuk menyeru semua manusia agar mengikuti Ali, tetapi malahan menyeru manusia untuk mengikuti dia sendiri. Mereka yang berpegang pada pendapat-pendapat ini disebut kaum Dzimmiyah.

Sebagian dari 'Alba'iyah ada yang mepercayai bahwa Ali dan juga Muhammad adalah Allah, tetapi mereka memberikan Ali dalam hal hak-hak prerogratif-Nya. Mereka disebut kaum 'Ainiyah. Meskipun begitu, yang percaya bahwa Ali dan Muhammad keduanya adalah Allah, tetapi mereka memberikan superprioritas kepada Muhammad disebut juga kaum Dzimmiyah.

Sebagian yang lain lagi ada yang percaya bahwa semua orang yang termasuk ashhabul kisah menganggap Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain adalah Allah. Mereka mengatakan bahwa yang lima orang ini adalah satu ruh, tak seorang pun dari seorang ini yang melebihi atas yang lainnya. Mereka tak menyukai mengatakan Fathimah dalam bentuk perempuan, dan sebagai gantinya mereka hanya menyebutnya dengan "Fathim" tanpa "ha." Makanya salah seorang dari penyair mereka berkata, "Dalam agama kami mengikuti Allah, dan setelah Allah kami mengikuti orang-orang lima ini: Nabi, dua orang cucunya, Syekh (Ali dan Fathim)."

KELOMPOK-KELOMPOK YANG PARSIAL DALAM MEMAHAMI AQIDAH YG MENGANDALKAN PERASAAN DAN EMOSIONAL : ALIRAN SYI’AH

(AL-MANHAJUL JUZ'I FI FAHMIL AQIDAH FI SYU'UR : ASY-SYI'AH)

Oleh : DR. M. Hidayat Nurwahid, MA.

DEFINISI :

Syi’ah secara bahasa sebenarnya berarti pendukung, penolong, teman dekat (QS 37/83 dan 28/18), istilah ini pada masa-masa pasca periode para shahabat ra digunakan oleh orang2 rawafidh (kelompok yang menolak kepemimpinan Abubakar ra dan Umar ra) sbg nama bagi kelompok mereka.

DALIL2 SUNNAH DAN SEJARAH TENTANG SYI’AH :

1. Bahwa setelah perang Shiffin, Ibnu Abbas ra berdialog dengan Muawiyyah ra dan ditanya oleh Muawiyyah ra : “Dari syi’ah (pendukung) kelompok mana anda ? Dari syi’ah Utsman atau dari syi’ah Ali ?” Jawab Ibnu Abbas ra : “Saya dari syi’ah Rasulullah SAW”. (HR Abu Nu’aim dalam al-Hilyah)

2. Sa’id bin Hatim ra bertanya tentang witirnya Nabi SAW pada Ibnu Abbas ra, maka jawab Ibnu Abbas ra : “Maukah anda aku kabarkan orang yang paling tahu tentang witirnya Nabi SAW ? Kujawab : Ya!” Maka kata Ibnu Abbas ra : “Tanya pada A’isyah !” Lalu aku minta tolong tanyakan melalui Hukaim bin ‘Aflah ra sebab aku pada waktu itu termasuk syi’ah Ali ra … (dst dalam hadits yang panjang).

3. Pada abad ke-2 dan 3 hijrah istilah syi’ah juga digunakan. Dalam tarikh, khalifah Ibnu Khayyan saat mengomentari keruntuhan khalifah sblmnya mengatakan : “Inilah akibat syi’ah-nya Marwan bin Muhammad.”

Dari beberapa hadits diatas, jelas bahwa makna syi’ah artinya pendukung, penolong atau teman dekat secara umum, bukan menunjuk secara khusus kepada sebuah kelompok/aliran tertentu.

PARSIALNYA MANHAJ SYI’AH :

M Yaitu dalam syu’ur (emosi), karena mereka selalu berusaha mengangkat emosi ummat melalui perantaraan ahlu bait Nabi SAW. Tapi cinta mereka parsial, karena ahlu bait mereka batasi hanya pada Ali ra dan keluarganya saja, sementara A’isyah ra mereka caci-maki (padahal beliau ra adalah salah seorang istri Rasulullah SAW).

M Makna ahlu bait dalam al-Qur’an ternyata berarti : Suami dan istri (QS 11/73), ibu dan bapak (QS 28/12), isteri2 (QS 33/33).

M Kelompok syi’ah mengartikan bahwa QS 33/33 itu yang dimaksud Ali ra saja, karena menggunakan dhamir “’alaikum”, hal ini dijawab bahwa kum juga mencakup lelaki dan wanita sbgm dalam lafadz salam (assalamu ‘alaikum), apalagi dalam awal ayat QS 33/33 itu bicara tentang istri nabi SAW.

PARSIAL DALAM MENCINTAI AHLUL BAIT :

Orang-orang Syi’ah sangat parsial dalam mencintai ahlul bait (keluarga Nabi SAW), hal ini tercermin pada hal-hal sebagai berikut ;

1. Terhadap paman-paman Rasulullah SAW :
Mereka habis2an menyatakan Abu Thalib itu muslim dengan menolak hadits2 yang shahih, tp menolak Abbas ra, bahkan menyatakan bahwa Abbas itu tidak ada, dan hanya rekayasa sejarah orang2 Abbasiyyah. Kenapa ? Sebab dalam fiqh (termasuk fiqh syi’ah) anak paman terhalang oleh paman dalam hak waris, artinya jika mereka mengakui keberadaan Abbas ra, maka klaim mereka bahwa Ali ra lah yang paling berhak akan kekhalifahan pasca Rasulullah SAW akan gugur, karena Abbas ra sebagai paman jelas lebih berhak (kelompok Syi’ah menganggap kekhalifahan pasca Nabi SAW menjadi hak Ali ra).

2. Terhadap para isteri Rasulullah SAW :
Istri nabi SAW mereka bagi dalam 2 kubu (padahal kenyataannya tidak demikian), yaitu kubu A’isyah, Hafshah, dll (yang menolak Ali ra) dengan kubu Ummu Salamah (pendukung Ali ra), pokoknya semua hal dalam agama Islam ini diterima dan ditolak bukan berdasarkan dalil yang shahih melainkan berdasar perasaan mereka pada Ali ra. Kemarahan mereka kepada Aisyah dan Hafshah, sebab beliau ra berdua adalah anak dari Abubakar ra dan Umar ra (yang dianggap oleh kelompok Syi’ah telah merampas kekhalifahan dari hak Ali ra). Merekapun ‘memelintir’ kisah perang Jamal menjadi citra persekongkolan Ummul Mu’minin Aisyah ra dan para sahabat ra menentang Ali ra, padahal perang tsb adalah disebabkan perbedaan ijtihad dalam melakukan qishash atas pembunuhan Utsman ra, kisah perang Jamal secara panjang lebar disebutkan dalam Sirah Ibnu Hisyam dan Thabaqat Ibnu Ishaq.



3. Terhadap anak-anak Rasulullah SAW :
Mereka memuji-muji Fathimah ra saja, tetapi pada putri Rasulullah SAW yang lain Ruqayyah ra dan Ummu Kultsum ra dianggap bukan putri Nabi SAW, hanya karena mereka dinikahkan oleh Nabi SAW dengan Utsman ra, sementara mereka membenci Utsman ra.

4. Terhadap para menantu Rasulullah SAW :
Mereka mencintai Ali ra, tapi membenci Utsman ra (padahal Utsman ra termasuk 10 org sahabat yang dijamin masuk syurga), begitu bencinya mereka pada Utsman ra sehingga istri Utsman ra (Ruqayyah ra dan Ummu Kultsum ra) dianggap mereka bukan anak asli Nabi SAW.

5. Terhadap para cucu Rasulullah SAW :
Yang dianggap cucu Nabi SAW oleh mereka hanyalah Hasan ra dan Husain ra, sedangkan Ummu Kultsum ra, putri Ali ra yang dinikahkan dengan Umar ra dianggap jin perempuan (padahal Imam Jalaluddin as Suyuthi dalam tarikhnya meriwayatkan kisah keutamaan Ummu Kultsum dengan suaminya, dalam sebuah hadits yang panjang).
Demikian pula mereka menafikan Umamah ra (anak Zainab ra dengan pernikahannya dengan Abul Ash ra), padahal Umamah ra ini sangat dicintai Nabi SAW, sampai2 saat beliau shalat pernah sambil menggendong Umamah ra (oleh kelompok syi’ah hadits tsb diganti dengan Husein ra), bahkan saat Fathimah ra sakit menjelang wafatnya ia meminta Ali ra untuk menikahi Umamah ra.

6. Terhadap Para Mertua Nabi SAW :
Mereka tidak mengakui kekhalifahan Abubakar ra dan Umar ra, karena mereka menganggap keduanya sebagai merebut hak Ali ra. Padahal keduanya ra adalah mertua Rasulullah SAW.

Dari pemaparan di atas, jelas bahwa jika kita menerima faham Islam versi Syi’ah, maka berarti kita terpaksa memandang bahwa Rasulullah SAW telah gagal dalam menyampaikan Islam, karena jangankan mendidik orang lain, keluarga terdekat beliau SAW sendiripun telah menyimpang dari Islam, maka bagaimanakah Islam ini akan sampai kepada kita sekarang?!

JENIS-JENIS ALIRAN SYI’AH DALAM MEMANDANG ALI RA :

1. Ekstrim Mencintai Ali ra : Merupakan mayoritas dari syi’ah, yang sangat mengkultuskan Ali ra, dan mengkafirkan Abubakar ra dan Umar ra, kelompok ini berawal dari ajaran Abdullah bin Saba’ (seorg Yahudi yang pura2 masuk Islam), alirannya disebut Saba’iyyah, termasuk kelompok ini adalah Khomeini yang dalam bukunya yang menggemparkan (Kasyful Asrar) menulis doa untk melaknat Abubakar ra dan Umar ra (doa shanamai/berhala Quraisy). Kelompok syi’ah mati2an mem-fiktif-kan Ibnu Saba’ ini dan menyatakan hadits tentang Abdullah bin Saba’ ini hanya melalui jalur Abu Mihnah saja, padahal juga terdapat dalam al-Musnad oleh Imam Ahmad, Ta’zhim wa Tahdzib oleh Ibnu Hajar, dll. Ibnu Saba’ ini lalu dibuang oleh Ali ra ke Madain karena kesesatan ajarannya.

2. Ekstrim Mengkafirkan Ali ra : Tokohnya adalah Ibnu Kamil, kelompok ini mengkafirkan Ali ra karena menganggapnya tidak serius menjelaskan masalah Imamah pada ummat sehingga membuat umat Islam berpecah-belah (Imamah adalah ajaran Syi’ah yang menyatakan bahwa sepeninggal Rasulullah SAW hak atas kekhalifahan diberikan kepada 12 Imam Syi’ah yang merupakan keturunan Ali ra).

3. Moderat : Mereka adalah Syi’ah Zaidiyyah yang menganggap bahwa Ali ra adalah sahabat yang paling utama dan paling berhak thd kekhalifahan setelah Nabi SAW, tetapi mereka tidak mengkafirkan para sahabat ra yang lain. Tapi inipun menurut ahlus sunnah wal jama’ah merupakan ijtihad yang kurang tepat, yang benar bahwa urutan keutamaan dan kemuliaan para sahabat ra menurut ahlus sunnah secara sepakat berurutan sesuai dengan urutan keempat khalifah ra yang dipilih oleh kaum muslimin.

Dengan mengikuti pemikiran syi’ah, maka sejarah para sahabat ra bukanlah merupakan sejarah keagungan dan kemuliaan ketinggian akhlaq serta mutiara indah dalam sejarah peradaban manusia hasil keberhasilan tarbiyyah Rasulullah SAW, melainkan tidak lebih dari sejarah perebutan kekuasaan yang berlumuran darah serta sejarah kezaliman manusia dan peperangan antar kelompok belaka.

MARAJI’ BUKU2 SESAT KARANGAN SYI'AH:

1. Al-Habsyi, Husein. 1991. SUNNAH-SYI’AH DALAM UKHUWWAH ISLAMIYYAH. Al-Kautsar. Malang.
2. Musawi, Ali bin Hushain ar-Radhi, 1990. NAHJUL BALAGHAH. YAPI. Jakarta.
3. Al-Musawi, S., 1983. DIALOG SUNNAH-SYI’AH. Mizan. Bandung.
4. Subhani, Ja’far, 1405. ISHMAH. Muassasah an-Nashri al-Islami. Qum-Iran.
Nabiel Fuad Almusawa

Sebab Penamaan Syi’ah Dengan Rafidhah

Penamaan Syi’ah dengan Rafidhah dinyatakan sendiri oleh pembesar mereka yang bernama Al-Majlisi dalam bukunya Al-Bihar, ia menyebutkan empat hadits dari hadits mereka sendiri.
Mereka diberi nama Rafidhah dikarenakan mereka mendatangi Zaid bin Ali bin Al-Hussain seraya berkata, “Berlepas diri-lah kamu dari Abu Bakar dan Umar, dengan demikian kami akan bergabung bersamamu,” kemudian Zaid menjawab, “Mereka berdua [...]

Bukti Nyata Kepalsuan Mazhab Syi’ah
Ternyata sejarah menyimpan bukti-bukti bahwa mazhab syiah -yang ada hari ini- bukanlah mazhab yang dianut oleh Nabi dan Ahlulbait. Apa saja bukti-bukti itu?
Ulama syi’ah selalu membuat klaim bahwa mazhab mereka adalah warisan dari keluarga Nabi . Kita banyak mendengar klaim seperti ini di mana-mana, khususnya ditujukan bagi muslim yang awam. Awam di sini bukan sekedar [...]


Sejarah Lahirnya Rafidhah
Rafidhah lahir ke permukaan ketika ada seorang yang bernama Abdullah bin Saba’ hadir dengan mengaku sebagai seorang muslim, mencintai Ahlul Bait (keluarga Nabi), berlebih-lebihan dalam menyanjung Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dan mendakwakan adanya wasiat baginya tentang kekhalifahannya, yang pada akhirnya ia mengangkatnya sampai ke tingkat ketuhanan. Kemudian idiologi seperti inilah yang akhirnya diakui [...]

Bahaya Syi'ah

Ulama Maroko Resahkan Madzab Syiah

Keberadaan madzhab Syiah di Maroko yang kian hari kian berkembang secara signifikan rupanya banyak menuai keresahan kalangan ulama dan pemerintah negara kerajaan itu.
Awal bulan silam, suhu hubungan antara Maroko dan Iran jatuh pada titik terburuk, setelah Maroko memutuskan untuk memegat tali hubungan diplomatik dengan Iran, dengan alasan solidaritas ’sunni’ terkait sengketa ekistensi antara Iran dan [...]


Penyimpangan Aliran Syi’ah Imamiyah “Al-Itsna-’Asyariyyah”

Aliran Syi’ah “Imamiyah Al-Itsa ’Asyariyyah” membawa beberapa penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut jelas disebutkan dalam referensi-referensi yang mereka miliki. Dalam artikel ini akan disebutkan beberapa penyimpangan aliran Syi’ah “Imamiyah Al-Itsna-’Asyariyyah” (inhirafu manhaj “Imamiyyah Itsna Asyariyyah”) berdasarkan referensi mereka sendiri.
A. Fatwa-fatwa Khomeini Tentang Aqidah dalam kitabnya Kasyful-Asrar[1]:
1. Meminta Sesuatu Kepada Orang yang Telah Mati Tidak Termasuk [...]


Selayang Pandang Kondisi Pengikut Syiah di Oman

Disebutkan bahwa orang-orang Syiah di Oman hidup dalam kondisi yang sangat kondusif. Jumlah populasi Oman sekitar 4,5 juta orang dan sekitar 60 ribu dari jumlah tersebut adalah warga Syiah yang dari hari ke hari jumlah mereka semakin bertambah. Menurut laporan Shiah Online, orang-orang Syiah di Oman terdiri dari puak-puak seperti India, Khojeh, Bahrain dan Iran.
Tiga [...]

Macam-macam Sekte Rafidhah

Dijelaskan di dalam kitab Daairatul Ma’arif bahwa Syi’ah ini bercabang-cabang menjadi lebih dari 73 (tujuh puluh tiga) sekte yang terkenal.
Bahkan disinyalir sendiri oleh Mir Baqir Al-Damad, seorang Rafidhah bahwa hadits yang menjelaskan tentang terbaginya umat menjadi 73 golongan adalah Syi’ah, dan yang selamat dari golongan-golongan ini adalah Syi’ah “Imamiyah”.
Dikatakan oleh Al-Maqrizi bahwa golongan mereka berjumlah sampai 300 (tiga ratus) golongan.
Disebutkan oleh Asy-Syahrastani: bahwa Rafidhah terbagi menjadi lima bagian; Al-Kisaaniyyah, Az-Zaidiyyah, Al-Imamiyyah, Al-Ghaliyyah dan Al-Ismailiyyah.
Al-Baghdadi berkata: “Rafidhah setelah masa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu terbagi menjadi empat golongan, Zaidiyyah, Imamiyyah, Kisaniyyah dan Ghulaati, dengan satu catatan bahwa Zaidiyyah tidak termasuk ke dalam golongan Rafidhah, melainkan Al-Gharudiyyah bagian atau sempalan dari Zaidiyyah yang masuk ke dalam Rafidhah.

TAQIYAH,SENJATA AMPUH SYIAH

Pemikiran Sejak tumbangnya Syah Reza Pahlevi yaitu meletusnya revolusi Iran tahun 1979 yg dipimpin oleh Ayatullah Khomeini sejak itulah paham Syi’ah merembes ke berbagai negara. Maraklah di hampir seluruh dunia gema jihad utk melawan kemungkaran “aliran Syi’ah.” Dari gerakan menentang paham Syi’ah itu tumbuh militansi dalam Islam serta membentuk rasa solidaritas di dunia Islam hingga ke Indonesia. Beberapa lama kemudian di Indonesia munculah kelompok-kelompok yg dinilai oleh beberapa pihak mengarah kepada gerakan Syi’ah seperti yg terjadi di Iran. Perkembangan Syi’ah yaitu gerakan yg mengatasnamakan madzhab Ahlul Bait ini memang cukup pesat terlebih di kalangan masyarakat Indonesia yg umumnya adl awam dalam soal keagamaan menjadi lahan empuk bagi gerakan-gerakan aliran sempalan utk menggaet mereka menjadi sebuah komunitas kelompok dan jama’ahnya. Dibangunlah sejumlah lembaga yg berbentuk pesantren maupun yayasan di beberapa kota seperti Jakarta Jawa dan di luar Jawa. Kemudian muncullah buku-buku yg berpaham Syi’ah yg memang sengaja diterbitkan oleh para penerbit yg memang beraliran Syi’ah. Selain itu juga gencarnya dakwah mereka melalui media massa oleh tokoh-tokoh beraliran Syi’ah pendidikan dan pengkaderan di pesantren-pesantren serta majelis-majelis ta’lim. Gerakan mereka berfariasi ada yg agresif frontal ada juga yg lembut namun semuanya bermuara kepada yg satu yaitu Syi’ah! Sangat besar memang dana yg dibutuhkan utk mempropagandakan dan memperkenalkan revolusi itu. Tetapi itu sangat dibutuhkan utk mengangkat panji-panji revolusi mengangkat Syi’ah di panggung politik dunia dan yg terutama adl mendesakkan kepada dunia Islam utk mengakui keberadaan Syi’ah sebagai salah satu aliran yg sah di dunia Islam. Memperhatikan perkembangan kekuatan Barat yg cenderung utk menguasai dunia menjadi kurang menarik perhatian kaum muslimin tentang apa dan bagaimana perkembangan Syi’ah yg sebenarnya. Di sisi lain orang-orang yg lemah pendirian dan berpaham cenderung sekuler mengajak kaum muslimin utk memperkecil perbedaan dan perselisihan. Baik sadar maupun tidak sadar kita beragidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah digiring utk mengikuti dan mendukung kebathilan yg ada pada ajaran-ajaran Syi’ah.
Keampuhan Doktrin Taqiyah Untuk meng-counter perkembangan Syi’ah sangatlah sulit. Hal itu dikarenakan Syi’ah membuat doktrin dan ajaran yg disebut “taqiya.” Dengan konsep taqiyah mereka dgn mudah memutarbalikkan fakta utk menutupi kesesatannya dan mengutarakan sesuatu yg tidak diyakininya. Mengapa bisa demikian mujarabnya konsep taqiyah krn konsep itu tidak lain adl konsep penipuan yg dibungkus dgn dalil yg disalahartikan dgn pemehaman mereka. Mereka menggunakan dalil yg sesuai yg telah dilebih-lebihkan pemahamannya sebagai alasan pembenar utk tindakan mereka; tak ubahnya seperti AS Israel dan sekutunya mengambil dalil “memerangi teroris” sebagai alasan pembenar dgn mengartikan sekehendaknya utk menumpas kalangan pejuang millitan Islam. Orang-orang Syi’ah dalam mempertahankan konsep taqiyah sering mengetengahkan sebuah riwayat yg dinisbahkan kepada Imam Abu Ja’far Ash-Shadiq a.s. beliau berkata “Taqiyah adl agamaku dan agama bapak-bapakku. Seseorang tidak dianggap beragama bila tidak bertaqiyah.” . Dengan dalil riwayat tersebut dan beberapa dalil lainnya Syi’ah mewajibkan konsep taqiyah kepada pengikutnya. Seorang Syi’ah wajib bertaqiyah di depan siapa saja baik orang mukmin yg bukan alirannya maupun orang kafir atau ketika kalah beradu argumentasi terancam keselamatannya serta di saat dalam kondisi minoritas. Dalam keadaan minoritas dan terpojok para tokoh Syi’ah memerintahkan utk meningkatkan taqiyah kepada pengikutnya agar menyatu dgn kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah berangkat Jum’at di masjidnya dan tidak menampakkan permusuhan. Inilah kecanggihan dan kemujaraban konsep taqiyah sehingga sangat sulit utk melacak apalagi membendung gerakan mereka. LDII yg nyata-nyata terang-terangan dalam mengembangkan jama’ahnya saja sulit utk dibendung apalagi menghadapi orang-orang yg berlaku sifat munafik yg sulit utk dipahami. Adapun taqiyah menurut pemahaman para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah berdasar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah taqiyah tidaklah wajib hukumnya melainkan mubah yaitu dalam hal menghadapi kaum musrikin demi menjaga keselamatan jiwanya dari siksaan yg akan menimpanya atau dipaksa utk kafir dan taqiyah ini merupakan pilihan terakhir krn tidak ada jalan lain. Doktrin taqiyah dalam ajaran Syi’ah merupakan strategi yg sangat hebat utk mengembangkan pahamnya serta utk menghadapi kalangan Ahli Sunnah hingga sangat sukar utk diketahui gerakan mereka dan kesesatannya.
Syi’ah Mengkambinghitamkan Ahlul Bait Di antara kedustaan dakwah Syi’ah adl seringnya mencatut nama “Ahlul Bait” Nabi saw bahkan mengklaim imam-imam 12 adl imam-imam mereka; penganutnya mendakwa hanya dirinya atau golongannya yg mencintai dan mengikuti Ahlul Bait. Klaim Syi’ah semacam itu tentu saja dapat mengelabuhi kaum Ahli Sunnah yg dalam ajaran agamanya diperintahkan utk mencintai dan menjungjung tinggi Ahlul Bait. Padahal para imam Ahlul Bait berlepas diri dari tuduhan dan anggapan mereka. Tokoh-tokoh Ahlul Bait bahkan sangat gigih dalam memerangi faham Syi’ah seperti mantan Mufti Kerajaan Johor Bahru Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad dalam bukunya “Uqud Al-Almas.” Para tokoh Syi’ah juga mengeluarkan tuduhan-tuduhan palsu yg ditujukan kepada para imam Ahlul Bait. Dr. Jalaluddin Rahmat mubaligh penyebar Syi’ah terkemuka di Indonesia yg sering muncul di TV dan media-media massa kepada kaum Alawiyyin mengatakan “Dari Hadramaut inilah menyebar para penyebar Islam yg pertama khususnya kaum Alawiy orang-orang keturunan sayyid atau yg mengklaim sebagai keturunan sayyid. Mereka datang ke Indonesia dan menyebarkan Islam. Tapi ketika mereka datang ke Indonesia di luar mereka Syafi’i di dalam mereka Syi’i.” . Tuduhan ini jelas tidak benar. Lihat pernyataan tokoh Alawiyyin yg sangat terpandang dan karya-karyanya di kaji di pesantren-pesantren dan majelis-majelis ta’lim yaitu Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad; beliau berkata “Hendaklah anda membentengi aqidahmu memperbaiki dan meluruskanya sesuai dgn jalan yg ditempuh oleh golongan yg selamat di akhirat .” Golongan Al-Firqah An-Najiyah yaitu golongan yg selamat di akhirat adl golongan yg di kalangan kaum muslimin dikenal dgn sebutan “Ahli Sunnah wal Jama’ah.” Golongan inilah yg tetap berpegang teguh dgn cara-cara yg diajarkan ditempuh dan dilakukan oleh Rasul Allah dan sahabat-sahabatnya.
Penerbit dan Terbitan Buku-buku Syi’ah di Indonesia Berkembangnya Syi’ah di Indonesia di antaranya melalui diterbitkannya buku-buku Syi’ah. Penerbit-penerbit yg paling populer menerbitkan buku-buku beraliran Syi’ah di Indonesia adl penerbit Mizan dan Pustaka Hidayah. Kedua penerbit itu nyata dan jelas sekali membawa misi aliran ini. Pintarnya mereka juga gencar menerbitkan buku-buku kalangan Ahli Sunnah wal Jama’ah yg bermutu sehingga tidak mencurigakan. Selain dua penerbit itu masih banyak penerbit lain yg suka mencetak buku-buku beraliran Syi’ah seperti Pustaka Pelta - Bandung Yayasan As-Sajjad - Jakarta YAPI - Lampung Abu Dzar Press Jakarta. Penerbit-penerbit yg mencetak buku-buku ajaran Syi’ah yg telah tercium dan diketahui ummat maka penerbit-penerbit tersebut berusaha utk mengelabuhi dan menutup ke-Syi’ahannya dgn mencetak buku-buku bersifat Ahli Sunnah. Sulit bagi kita mendapati tulisan-tulisan yg benar-benar mencerminkan ciri khas paling kental aliran Syi’ah seperti memurtadkan sahabat Abu Bakar Umar Utsman dan lainya; bahkan di dalam buku-buku yg menjadi rujukan dan referensi Syi’ah sekalipun. Pada umumnya buku-buku itu hanya promosi ajaran Syi’ah dan tidak menampakkan perbedaan apalagi serangan terhadap Ahlus Sunnah; atau kecuali mendiskreditkan sahabat dgn cara yg sangat halus; dan inilah pengaruh taqiyah yg sangat licik. Dengan cara dakwah Syi’ah yg licik ini tidak sedikit dari kalangan keluarga Ahlus Sunnah beranggapan bahwa perbedaan antara Syi’ah dan Sunnah adl perbedaan furu’iyah bukan masalah prinsip aqidah. Ada juga yg merasa cukup dgn mendengar bahwa orang-orang Syi’ah mengucapkan dua kalimat sahadat dan melakukan gerakan-gerakan nyata seperti sujud dan ruku tanpa menyelidiki asal dan cabang dari aqidahnya kemudian menghendaki Sunnah dan Syi’ah bisa bergandengan tangan. Memang propagandis Syi’ah sering menyeru pendekatan dan persatuan dgn Ahli Sunnah. Dalam bentuk lahirnya seruan itu sangat indah dan manis krn kaum muslimin amat butuh pada persatuan dan sekaligus melupakan segala macam perbedaan selama tidak menyangkut masalah ushul . Akan tetapi orang yg memahami dan mengerti benar tentang Syi’ah yg sesungguhnya akan bertanya; atas dasar apa diadakan persatuan itu? Apakah dgn membenarkan yg salah dan menyalahkan yg benar? Sementara buku atau kitab-kitab rujukan yg mengungkap hakekat Syi’ah mereka rahasiakan dan disembunyikan. Tidak heran jika kita sering menjumpai pengikut Syi’ah yg tidak memahami hakekat aliran yg dianutnya. Bagaimanapun pintarnya usaha utk menutup-nutupi kesesatan ajarannya ada juga buku yg beredar dgn mendeskreditkan Abu Bakar Umar dan Utsman seperti buku yg berjudul “Do’a Sejak Ali Zainal Abidin Hingga Alexis Carrel” oleh Ali Syari’ati yg diterjemahkan oleh Musa Al-Kazhim dan diterbitkan oleh Pustaka Hidayah. Di dalam buku “Do’a Sejak Ali Zainal Abidin Hingga Alexis Carrel” Ali Syari’ati menyebutkan “Atau bilamana mereka yg memandang Imam Ali Simbul kemuliaan keramat dan keluhuran dan yg ketajaman lidahnya menyamai pedangnya sebagai orang yg lemah penakut dan maju mundur; sehingga sedikit saja rasa takut menyentuh beliau maka beliau pun akan membai’at orang-orang zhalim dan mendekati para perampas hak khalifah.” “Imam Ali adl orang yg tidak kenal takut. Dia tidak pernah hendak mendekati orang-orang yg merampok hak khilafahnya mengikuti mereka menjadi anggota DPR-MPR Saqifah dan memberikan haknya kepada orang lain yg tidak akan selayak dan sepatut dia dalam memegang tampuk kepemimpinan. Ketika rasa takut mencekamnya lantas Imam Ali mau mengawinkan putrinya kepada si perampas hak yg telah menggebuki istrinya sendiri Fathimah as sampai tulang rusuknya retak dan janin usia enam bulan yg berada dalam kandungannya gugur.” Nampak sangat jelas hakekat ajaran Syi’ah dalam dua kalimat yg dikutip tersebut di atas dimana mereka menyatakan bahwa Abu Bakar Umar Utsman adl orang-orang yg zhalim dan merampas hak khalifah kepada Ali. Begitu juga buku yg berjudul “Shalat dalam Mazhab Ahlul Bait” oleh Hidayatullah Husein Al-Habsyi guru dari Yayasan YAPI Bangil. Di dalam buku itu Husein Al-Habsyi terang-terangan menyebutkan bahwa Shalat Jum’at tidak wajib dan Shalat ‘Idain wajib. Di dalam buku tersebut pada halaman 182 tertulis sebagai berikut “Dalam wajib ikhtiari ini lbh diutamakan memilih shalat Dzuhur daripada shalat Jum’at. Karena shalat Jum’at sebelum munculnya Imam Mahdi hukumnya masih belum pasti antara wajib dan sunnah sedangkan shalat Dzuhur sebelum munculnya Imam Mahdi hukumnya wajib sudah bersifat tetapi lbh utamanya melakukan keduanya .”Dan pada halaman 191 tertulis sebagai berikut “Shalat ‘Idain hukumnya wajib dan bentuk kewajibannya sebagaimana kewajiban Jum’at hanya saja pada shalat Idain ini pilihannya berbeda dgn yg ada dalam shalat Jum’at yaitu antara melaksanakan atau tidak dan hukumnya dapat berubah-ubah menjadi wajib aini dgn hadirnya Imam Mahdi.” Itulah pernyataan-pernyataan sesat yg sangat jelas dan tidak samar lagi. Mereka telah benar-benar tidak mempercayai hadits-hadits Nabi saw yg kemudian diriwayatkan oleh para imam pengumpul hadits terkemuka dan terpercaya. Mereka mengimaninya sebagian dan mengingkarinya sebagian yg tidak sesuai dgn kemauan mereka. Na’udzubillahimindzalik. Sumber Diadaptasi dari artikel Perkembangan Syi’ah di Indonesia Thohir Abdullah Al-Kaff Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Rabu, 23 September 2009

Timbulnya Syi'ah, Khawarij dan Murji'ah

Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib berkuasa terjadi suatu peperangan yang disebut Perang Shiffin. Peperangan Shiffin adalah peperangan antara dua pihak, yaitu:
Khalifah Ali bin Abi Thalib sepengikut
Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan sepengikut
Peperangan timbul dikarenakan adanya perebutan kekuasaan pemerintahan atau jabatan kekhalifahan. Muawiyah menolak memberikan kekhalifahan kepada Ali bin Abi Thalib yang telah dipilih oleh kaum Muslimin pada waktu itu, setelah sebelumnya khalifah Ali bin Abi Thalib mengirim surat melalui delegasinya kepada Muawiyah.

Pada saat pasukan Muawiyah mulai terdesak, melalui Amr Ibnul 'Ash, Muawiyah mengajukan gencatan senjata kepada Ali bin Abi Thalib. Gencatan senjata dilakukan dengan perundingan antara kedua belah pihak untuk mewujudkan perdamaian. Usul tersebut disetujui khalifah Ali bin Abi Thalib atas desakan dari para pengikutnya.

Penerimaan usul inilah yang menjadi sebab timbulnya perpecahan dalam tubuh pengikut khalifah Ali bin Abi Thalib. Pengikut khalifah Ali terbagi menjadi 2, yaitu:
Kelompok yang menyetujui usul Muawiyah, kelompok ini kemudian dikenal dengan sebutan Syi'ah yang berarti "kelompok".
Kelompok yang menentang usul Muawiyah, kelompok ini kemudian dikenal dengan Khawarij di bawah pimpinan Abdullah bin Wahab Ar Rasyidi.
Perundingan gencatan senjata antara Muawiyah dan khalifah Ali bin Abi Thalib akhirnya mengalami kegagalan. Peperangan berkecamuk kembali dan yang berperang sekarang menjadi 3 kelompok, yaitu:
Syi'ah
Muawiyah
Khawarij
Berkobarnya peperangan antara ketiga kelompok di atas mengakibatkan kecemasan di kalangan muslimin pada waktu itu. Sehingga muncul kelompok lain yang tidak ingin terlibat atau terkait ke dalam konflik yang terjadi. Kelompok ini menganggap bahwa sulit untuk menentukan mana yang benar dalam permusuhan di tubuh umat Islam. Sehingga mereka berpendapat mengembalikan atau menangguhkan penilaian itu kepada Allah swt kelak di akhirat. Kelompok ini menamakan diri Murji'ah yang mengandung arti "kembali" sesuai dengan asal katanya yaitu "raja 'a".

Sejak itulah dalam tubuh umat Islam terdapat empat kelompok besar yang pada kemudian hari berkembang menjadi beberapa paham cabang dengan dasar dan alasan masing-masing. Tetapi yang mengalami perkembangan dan memiliki pengaruh dalam perkembangan Islam di kemudian hari adalah Syi'ah, Khawarij dan Murji'ah.

Awas Faham Khawarij Menjangkiti Harakah Islamiyah

Muhammad `Ali Ismah Al Medani

Tahu
kah anda apa pemahaman Khawarij itu? Pemahaman Khawarij itu adalah pemahaman yang sesat! Pemahamannya telah memakan banyak korban. Yang menjadi korbannya adalah orang-orang jahil, tidak berilmu dan berlagak punya ilmu atau berilmu tapi masih sedikit pemahamannya tentang dien ini.

Para pemuda banyak menjadi korban. Dengan hanya bermodal semangat semu mereka mengkafirkan kaum muslimin. Mereka kafirkan ayah, ibu, dan saudara-saudara mereka yang tidak sealiran atau tidak sepengajian dengan mereka. Sebaliknya mereka menganggap hanya dirinya saja yang sempurna Islamnya dan menganggap yang lainnya kafir. Ringan sekali lidah mereka
menuduh kaum muslimin sebagai orang kafir atau telah murtad dari agamanya. Mereka tidak mengetahui patokan-patokan syar`i untuk menghukumi seseorang itu menjadi kafir, fasik, sesat, atau yang lainnya. Kasihan mereka.

Mereka memberontak kepada pemerintahan muslimin yang sah. Hingga akibat pahit pemberontakan yang mereka lakukan ditelan oleh semua kaum muslimin. Sejarah Islam mencatat
bahwa gerakan yang mereka lakukan selalu menyengsarakan kaum muslimin. Cara seperti ini tidak dibenarkan sama sekali dalam Islam.

Oleh karena itu para pemuda harus tahu patokan-patokan dalam beramar ma`ruf dan nahi mungkar. Apakah perbuatan yang dia lakukan itu bermanfaat atau tidak, apakah tindakannya itu membuahkan hasil yang baik atau bahkan menjerumuskan dirinya dalam kesesatan.

Harakah-harakah, yayasan-yayasan, organisasi-organsasi, dan kelompok-kelompok yang berpem
ahaman seperti pemahaman Khawarij ini tumbuh subur. Kita dapat melihat dengan kaca mata ilmu bahwa beberapa kelompok yang ada sekarang ini seperti: Harakah Hijrah wat Takwirnya DR. Umar Abdurrhaman, DI/TII/NII, Islam Jama`ah, atau Darul Hadits atau Lemkari atau LDII atau entah apalagi namanya yang akan diberikan kalau kebusukannya terungkap. Yang penting bagi kita untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka itu.

SIAPAKAH KHAWARIJ ITU?

Imam
Al Barbahari berkata: "Setiap orang yang memberontak kepada imam (pemerintah) kaum muslimin adalah Khawarij. Dan berarti dia telah memecah kesatuan kaum muslimin dan menentang sunnah. Dan matinya seperti mati jahiliyyah." (Syarhus Sunnah karya Imam Al Barbahari, tahqiq Abu Yasir Khalid Ar Radadi hal. 78).

Asy Syahrastani berkata: "Setiap orang yang memberontak kepada imam yang disepakati kaum muslimin disebut Khawarij. Sama saja, apakah ia memberontak di masa shahabat kepada imam yang Rasyidin atau selah mereka di masa para tabi`in dan para imam di setiap zaman."(Al Milal wan Nihal hal.114).

Kha
warij juga adalah orang yang mengkafirkan kaum muslimin hanya karena mereka melakukan dosa-dosa, sebagaimana yang akan kita paparkan nanti.

Imam Ibnul jauzi berkata dalam kitabnya Talbis Iblis: "Khawarij yang pertama dan yang paling jelek adalah : Dzul Kuwaishirah. Abu Sa`id berkata: "Ali pernah mengirim dari Yaman kepada Rasu
lullah Shallallahu Alaihi Wasallam sepotong emas dalam kantung kulit yang telah disamak dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi membaginyakepada empat orang : Za`id Al Khalil, Al Aqra` bin Habis, `Uyainah bin Hishn dan Alqamah Watsah atau `Amir bin Ath Thufail. Maka sebagian para shahabatnya, kaum Anshar serta selain mereka merasa kurang senang. Maka Nabi berkata:
"Apakah kalian tidak percaya kepadaku, padahal wahyu turun kepadaku dari langit di waktu pagi dan sore?!"

kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol bagian atas kedua pipinya, menonjol dahinya, lebat jenggotnya, tergulung sarungnya dan botak kepalanya. Orang itu berkata: "Takutlah kamu kepada Allah, wahai Rasulullah!". Maka Nabi mengangkat kepalanya dan melihat orang itu kemudian berkata: "Celakalah engkau, bukanlah aku manusia yang paling takut kepada Allah?" Kemudian oran itu pergi. Maka Khalid berkata: "Wahai Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya?" Nabi berkata: "Mungkin dia masih shalat." Khalid berkata
berapa banyak orang yang shalat dan berucap dengan lisannya (shahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya?" Nabi berkata: "Aku tidak disuruh untuk menelitiisi hati manusia. Dan membelah dada mereka." Kemudian Nabi melihat kepada orang itu dalam keadaan berdiri karena takut sambil berkata:
"Sesungguhnya akan keluar dari orang ini satu kaum yang membaca Al Quranyang tidak melampaui tenggorokan mereka . mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari buruannya."(HR. Bukhari no. 4351 dan Muslim no. 1064).

Imam Ibnul Jauzi berkata : "Orang itu dikenal dengan nama Dzul Kuwashirah At Tamimi. Dia adalah orang Khawarij yang pertama dalam Islam. Penyebab kebinasaannya adalah karena dia merasa pu
as dengan pendapatnya sendiri. Kalau dia berilmu, tentu ia akan tahu bahwa tidak ada pendapat yang lebih tinggi dari pendapat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Para pengikut orang ini termasuk orang-orang yang memerangi `Ali bin Abi Thalib. Itu terjadi ketika peperangan antara `Ali dengan Muawiyah telah berlarut-larut. Pasukan Muawiyah mengangkat mushaf-mushaf dan memanggil pasukan `Ali untuk bertahkim (mengadakan perundingan). Maka mereka berkata: "Kalian memilih satu orang dan kami juga memilih satu orang. Kemudian kita minta keduanya untuk memutuskan perkara berdasarkan kitabullah." Maka manusia (yang terlibat dalam peperangan itu) berkata: "Kami setuju." Maka pasukan Muawiyah mengirim `Amr bin Al `Ash. Dan pasukan `Ali berkata kepadanya: "Kirimlah Abu Musa
Al Ay`ari." `Ali berkata: "Aku tidak setuju kalau Abu Musa. Ini Ibnu Abbas , dia saja." Mereka berkata: "Kami tidak mau dengan orang yang masih ada hubungan kekeluargaan denganmu." Maka akhirnya dia mengirim Abu Musa dan keputusan diundur dan diundur sampai Ramadhan. Maka Urwah bin Udzainnah berkata: "Kalian telah berhukum kepada manusia pada perintah Allah. Tidak ada hukum kecuali milik Allah."(Ini slogan yang selalu didengungkan oleh Khawarij sampai sekarang . ucapan ini benar, tetapi makna yang dimaukan tidak benar.).

`Ali kemudian pulang dari Shiffin dan masuk ke Kufah,tetapi orang-orang Khawarij tidak mau masuk
bersamanya. Mereka pergi ke suatu tempat yang bernama Harura` sebanyak dua belas ribu orang kemudian berdomisili di situ. Mereka meneriakkan slogan: "Tidak ada hukum kecuali Hukum Allah!!".

Itulah awal tumbuhnya mereka. Dan mereka memproklamirkan bahwa komandan perang adalah: Syabats bin Rib`I At Tamimi dan imam shalat adalah: Abdullah bin Al Kawwa` Al Yasy
kuri.

Khawarij adalah orang yang sangat kuat ibadahnya, tetapi mereka meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari `Ali bin Abi Thalib. Dan inilah penyakit yang berbahaya.

Ibnu Abb
as berkata: "Ketika Khawarij memisahkan diri, mereka masuk ke suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka enam ribu orang. Mereka semua sepakat untuk memberontak kepada `Ali bin Abi Thalib. Dan selalu ada orang yang datang kepada `Ali sambil berkata: "Wahai Amirul mukminin, sesungguhnya kaum ini ingin memberontak kepadamu." Maka `Ali berkata: "Biarkan mereka, karena aku tidak akan meremerangi mereka hingga mereka dahulu yang memerangiku dan mereka akan tahu nanti." Maka suatu hari aku datangi dia (`Ali) di waktu shalat dzuhur dan kukatakan kepadanya: Wahai Amirul mukminin, segerakanlah shalat, aku ingin mendatangi mereka dan berdialog dengan mereka. Maka `Ali berkata : "Aku mengkhawatirkan kesalamatan dirimu." Aku katakan: "Jangan takut, aku seorang yang baik akhlaknya dan tidak pernah menyakiti seseorang pun." Maka dia akhirnya mengizinkanku. Kemudian aku memakai kain yang bagus buatan Yaman dan bersisir. Kemudian aku datangi mereka di tengah hari. Maka aku memasuki suatu kaum yang belum pernah aku lihat hebatnya mereka dalam beribadah. Jidat mereka menghitam karena sujud. Tangan-tangan mereka kasar seperti lutut unta. Mereka memakai gamis yang murah harganya dalam keadaan tersingsing. Wajah mereka pucat karena banyak bergadang di waktu malam. Kemudian aku ucapkan salam kepada mereka. Maka mereka berkata: "Selamat datang Ibnu Abbas, ada apakah?" Maka aku katakan kepada mereka: "Aku datang dari sisi kaum muhajirin dan anshar serta dari sisi menantu Nabi . keapada mereka Al Qur`an turun dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari pada kalian." Maka sebagian mereka berkata: "Jangan kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah telah berfirman:
"Tapi mereka adalah kaum yang suka berdebat." (Az Zukhruf: 58).

Maka ada tiga orang yang berkata: "Kami akan tetap berbicara mendengarnya dengannya." Maka aku
katakan kepada mereka: Keluarkanlah apa yang membuat kalian benci kepada menantu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Muhajirin, dan Anshar. Kepada mereka AlQur`an turun. Dan tidak seorangpun dari mereka yang ikut bersama kelompok kalian. Mereka adalah orang yang lebih tahu tentang tafsir Al Qur`an.

Mereka berkata: "Ada tiga hal." Aku berkata: "Sebuitkan!" Mereka berkata: "Pertama, Dia (`Ali) b
erhukum kepada manusia dalam perintah Allah, sedangkan Allah telah berfirman:
"Sesungguhnya hukum hanya milik Allah." (Al An`am: 57).

Maka apa gunanya orang-orang itu kalau Allah sendiri telah memutuskan hukum?!" Aku berkata: "Ini pertama, lalu apa lagi?" Mereka berkata : "Kedua, Dia (`Ali) telah berperang dan membunuh, tapi mengapa dia tidak mau mengambil wanita sebagai tawanan dan harta rampasan musuhnya? Jika mereka (orang-orang yang diperangi `Ali) memang kaum muslimin, mengapa
dia membolehkan kita untuk memerangi dan membunuh mereka, tapi dia melarang kita untuk mengambil tawanan?" Aku berkata lagi: "Apa yang ketiga?" Mereka berkata: "Dia (`Ali) telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum mukminin), maka kalau dia bukan Amirul Mukminin, berarti dia adalah Amirul Kafirin (pemimpin arong kafir)." Aku berkata: "Apakah ada selain ini lagi?" Mereka berkata: "Cukup ini saja."

Aku katakan kepada mereka: "Adapun ucapan kalian tadi: "Dia berhukum kepada manusia dalam me
mutuskan hukum Allayh," akan kau bacakan kepada kalian suatu ayat yang membantah argumen kalian. Jika argumen kalian telah gugur apakah kalian akan ruju`?" Mereka berkata: "Tentu." Aku berkata: "Sesungghnya Allah sendiri telah menyerhkan hukum-Nya kepada beberapa orang tentang sperempat dirham harga kelinci, dan ayatnya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kalian sedang i
khram. Barang siapa yang di antara kalian membunhnya dengan sengaja, maka dendanya adalah dengan mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian." (Al Maidah: 59).

Dan juga tentang seorang istri dengan suaminya:
"Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan." (An Nisa`: 35).

Maka aku sumpah kalian dengan nama Allah, maka manakah yang lebih baik kalau mereka berhuku
m dengan manusia untuk memperbaiki hubungan antara mereka untuk menahan darah mereka agar tidak tertumpah atau lebih utama hokum yang mereka putuskan dalam harga seekor kelinci dan seorang wanita? Manakah antara keduanya yang lebih utama?" Mereka berkata: "Tentu yang pertama." Aku berkata: "Apakah kalian keluar dari kesalahan ini?" Mereka berkata: "Baiklah.".

Aku berkata: "Adapun ucapan kalian: "Dia (`Ali) tidak mau mengambil tawanan dan ghanimah (rampasan perang)." Apakah kalian akan menawan Ibu kalian, Aisyah? Demi Allah, kalau kalian berkata:
"Kami tetap akan menawannya dan menghalalkan (kemaluan)nya untuk digauli seperti wanita lain (karena dengan demikian Ibu kita Aisyah berstatus budak dan budak hukumnya boleh digauli oleh pemiliknya-pen)." Berarti kalian telah keluar dari Islam. Maka kalian berada di antara dua kesesatan, karena Allah telah berfirman:

"Nabi itu lebih mulia bagi orang-orang mukmin dari dirii-diri mereka. Dan istri-istri nabi adalah ibu-ibu mereka."(Al Ahzab: 6). Maka apakah kalian keluar dari kesalahan ini?" Mereka berkata: "Baiklah."

Aku berkata: "Adapun ucapan kalian: "Dia telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin." Aku akan membuat contoh dari orang yang kalian ridhai, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pada perjanjian Hudaibiyah, beliau berdamai dengan kaum musrikin , Abu Sufyan bin Harb dan Suhail bin `Amr. Beliau berkata kepada `Ali: "Tulis untuk mereka sebuah tulisan yang berbunyi: "Ini apa yang disepakati oleh Muhammad Rasulullah.". Maka kaum musrikin berkata: "Demi Allah, kami tidak mengakuimu sebagai Rasulullah. Kalau kami mengakuim
u sebagai Rasulullah, untuk apa kami memerangimu?!" Maka beliau bersabda: "Ya Allah, Engkau yang tahu aku adalah Rasul-Mu. Hapuslah kata itu `Ali!" (HR. Bukhari no 2669 dan Muslim no 1783. Dan tulislah: "Ini apa yang disepakati oleh Muhammad bin Abdullah." Maka demi Allah, tentu Rasulullah lebih baik dari `Ali, tapi beliau sendiri menghapus gelar itu dari dirinya hari itu."

Ibnu Abbas berkata: "Maka bertaubatlah 2000 (dua ribu) orang dari mereka dan selainnya tetap memberontak, maka mereka pun akhirnya dibunuh." (Talbis Iblis hal. 116-119).

Dari kisah t
adi bias kita bias mengambil beberapa point yang menerangkan bahwa di antara sifat orang Khawarij adalah:

1.Jahil terhadap fitrah dan syariat Islam

Ini tampak dari sabda nabi Shalallahu Alaihi Wasallam:
"Mereka m
embaca Al Qur`an, tetapi tidak melewati kerongkongan mereka."(HR. Bukhari no. 3610 dan Muslim no. 4351).
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menyatakan bahwa mereka banyak membaca Al Qur`an ,tetapi beliau sendiri mencela mereka, mengapa demikian? Karena mereka tidak faham tentang Al Qur`an. Mereka mencoba memahami sendiri-sendiri Al Qur`an dengan akal-akal mereka. Mereka enggan belajar kepada para shahabat. Maka dari itu Ibnu Abbas berkata: "Aku dating dari sisi
kaum Muhajirin dan Anshar serta menantu Nabi. Al Qur`an turun kepada mereka. Dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari kalian." Dan: "Al Qur`an turun kepada mereka yang ikut bersama kelompok kalian, sedangkan mereka adalah orang yang paling tahu tafsirnya."

Maka hendaknya seseorang merasa takut kepada Allah kalau dia menafsirkan ayat seenak perutnya tanpa didasari keterangan dari para ulama ahli tafsir yang berpemahaman Salaf.

Dan penangkal penyalit ini adalah dengan belajar, bukan dengan berlagak pintar. Maka belajarlah,karena para Salaf shalih adalah orang yang rajin belajar. Alangkah celakanyaorang yang baru belajar beberapa saat, kemudian menyatakan dirinya sebagai ulama, ahli hadits, faqih, mutjahid, dst
.

Al Hafidh Ibnu Hajar berkata: "Imam An Nawawi berkata: "yang dimaksud adalah mereka tidak mendapat bagian kecuali hanya melewati lidah saja dan tidak sampai kepada kerongkongan mereka, terlebih lagi hati-hati mereka. Padahal yang dimaukan adalah mentadabburinya (memperhatikan dan merenungkan dengan teliti) agar sampai ke hati." (Fathul Bari 12/293).

2.Mereka adalah orang-orang yang melampaui batas dalam beribadah.

Ini ta
mpak dari keterangan Ibnu Abbas tentang mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang hitam jidatnya, pucat wajahnya karena seringnya begadang di waktu malam, …….dst.

Dan juga diterangkan oleh haditsRasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam:
"Akan dating suatu kaum pada kalian yang kalian akan merasa rendah bila shalat dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal kalian dibandingkan dengan aml-amal mereka. Mereka membaca Al Qur`an, (tetapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama ini seperti lepasnya anak panah dari buruannya." (Bukhari no. 5058 dan muslim no. 147, 1064).

Mereka mel
ampaui batas dalam beribadah hingga terjerumus ke dalam bid`ah. Merek tidak tahu bahwa: "Sederhana dalam sunnah lebih baik dari pada bersungguh dalam bid`ah"

"Inilah adalah ucapan emas. Telah shahih dari beberapa shahabat, di antaranya: Abu Darda`, dan Ibnu Mas`ud.

Ubay bin Ka`ab berkata: "Sesungguhnya sederhana dalam sunnah, itu lebih baik daripada bersungguh tetapi menentang jalan ini dan sunnah. Maka lihatlah amalan kalian jika dalam dalam keadaan bersungguh-sungguh atau sederhana hendaknya di atas manhaj (cara pemahaman dan pengamalan) para nabi dan sunnah mereka."

Ini adalah ucapan yang yang memberikan keagungan bagi seorang muslim yang ittiba` (mengikuti) secara benarsecara benar dalam amalan-amalan dan ucapan-ucapannya sehari-hari.

Ucapan ini diambil dari beberapa hadits di antaranya :

"Jangan kalian melampaui batas dalam agama ini."

"Amal ya
ng paling dicintai Allah adalah yang kontinnyu (terus menerus) walaupun sedikit." (Bukhari 1/109 dan Muslim no. 782)" (Ilmu Ushulil Bida`, Syaikh Ali Hasan hal. 55-56).

Seorang alim ahli Al Qur`an, Muhammad Amin Asyinqithi, berkata dalam Adwa`ul Bayan 1/494 : `Para ulama telah menyatakan bahwa kebenaran itu berada di antara sikap melampaui batas dan sikap meremehkan. Dan itu adalah makna ucapan Mutharif bin Abdullah:

"Sebaik-baik urusan adalah yang di tengah-tengah. Kebaikan itu terletak di antara dua kejelekan."

Dan dengan itu kamu tahu bahwa orang yang berhasil menjauhi kedua sifat itu telah mendapat hidayah.` "Ucap Syaikh Ali Hasan dalam buku Dhawabith Al Amr bil Ma`ruf wan Nahyi `anil Mungkar `Inda Syaikul Islam IbnuTaimiyah hal. 9.

3.Menghalakan darah kaum muslimin dan menuduh mereka sebagai orang yang telah kafir

Sifat ini sudah melekat kental pada mereka. Tapi, yang mengherankan, mereka bersikap adil terhadp orang-orang kafir. Imam Ibnul Jauzi berkata:

"Di per
jalanan orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabbab, maka mereka berkata: Apakah engkau pernah mendengar dari ayahmu sebuah hadits yang dia dengar dari Rasulullah? Dia menjawab: Ya aku mendengar ayahku berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pernah berbicara tentang fitnah . "Yang duduk lebih baik dari pada yang berdiri. Dan yang berdiri lebih baik dari pada yang yang berjalan. Dan yang berjalan lebih baik dari pada yang berlari. Mak ajika engkau mendapati masa seperti itu, jadilah engkau seorang hamba yang terbunuh." (HR. Ahmad 5/110, Ath Thobrani no. 3630 dan hadits ini memiliki beberapa syawahid.)

mereka berkata : "Apakah engkau mendengar ini dari ayahmu yang dia sampaikan dari Rasulullah ?
" Dia menjawab: "Ya." Maka mereka membawanya ke tepi sungai kemudian mereka penggal lehernya. Maka muncratlah darahnya seakan-akan dua tali sandal. Kemudian mereka membelah perut budak wanitanya yang sedang hamil.

Dan ketika mereka melewati sebuah kebun kurma di Nahrawan, jatuhlah sebuah. Maka salah seorang mereka mengambilnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Maka temannya berkata: "Engkau telah mengambilnya dengan cara yang tidak benar dan tanpa membayar." Kemudia dia memuntahkannya. Dan salah seorang di antara mereka ada yang menghunuskan pedangnya dan mengibaskannya, kemudian lewatlah seekor babimilik ahli dzimmah (kafir yang memba
yar jizyah) dan dia membunuhnya. Mereka berkata: "Ini adalah perbuatan merusak di muka bumi." Kemudian dia menemui pemiliknya dan membayar harga babi itu." (Talbis Iblis hal. 120-121).

PELAKU DOSA BESAR TIDAK MENJADI KAFIR

Ini adalah I`tiqad (keyakinan) Ahlussunnah Wal jama`ah. Dan Khawarij dalam hal ini menyelisihi Ahlussunnah. Mereka menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar seperti berzina, mencuri, minum khamar dan yang sejenisnya telah kafir. Ini bertentangan dengan ayat:

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Allah. Dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia dikehendaki." (An Nisa: 48).

"Dan Al
lah mengkhabarkan bahwa Dia tidak mengampuni dosa itu (Syirik) bagi orang yang belum bertaubat darinya." (Kitabut Tauhid, Syaikh Sholih Al Fauzan hal 9).

"Dalam ayat ini ada bantahan kepada orang-orang Khawarij yang menganggap kafir karena melakukan dosa-dosa. Dan juga bantahan bagi Mu`tazilah yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu kekal di dalam neraka. Dan mereka (para pelaku dosa besar) menurut Mu`tazilah bukan mukmin dan bukan kafir ." (Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman, hal. 78).

4.Mereka adalah orang yang muda dan buruk pemahamannya.

Ini diam
bil dari hadits :

"Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang muda-muda umurnya. Pendek akalnya. Mereka mengatakan ucapan sebaik-baik manusia. Merek a membaca Al Qur`an , tetapi tidak melewati kerongko
ngan mereka. Mereka lepas dari agama mereka seperti anak panah lepas dari buruannya." (Bukhari no. 3611 dan Muslim no. 1066.)

Al Hafidz I
bnu Hajar berkata: "Ahdatsu Asnan artinya bahwa mereka itu para pemuda . dan sufaha`ul Ahlam artinya akal mereka jelek. Imam An Nawawi berkata: Kemantapan dan bashirah yang kuat akan muncul ketika usia mencapai kesempurnaan." (Fathul Bari 12/287).

DIBUNUHNYA IBNU MULJAM (TOKOH KHAWARIJ YANG MEMBUNUH `ALI)

Imam Ibnul Jauzi berkata: "Ketika `Ali telah wafat, dikeluarkanlah Ibnu Muljam umtuk dibunuh. M
aka Abdullah bin Ja`far memotong kedua tangan dan kakinya, tetapi dia tidak berteriak dan berbicara. Kemudian matanya dipaku dengan paku panas, dia juga tetap tidak berteriak bahkan dia membaca surat Al `Alaqsampai habis dalam keadaan darahnya mengalir dari kedua matanya. Dan ketika lidahnya akan dipotong, barulah dia berteriak?" Dia berkata: "Mengapa engkau tidak suka kalau aku mati di dunia ini dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah." Dan dia adalah orang yang keningnya berwarna kecoklatan karena bekas sujud. Semoga Allah melaknat." (Talbis Iblis hal. 122).

Beliau berkata lagi : "Mereka memiliki kisah-kisah yang panjang dan madzab-madzab yang aneh. Aku tidak ingin memperpanjangnya, karena yang dimaukan disini adalah untuk melihat bagaimana Iblis menipu orang-orang yang dungu itu. Yang mereka beramal dengan keadaan merek
a dan mereka meyakini bahwa `Ali bin Abi Thalib adalah pihak yang salah. Dan orang-orang yang bersama dengannya dari kalangan muhajirin dan anshar. Dan hanya mereka saja yang berada di atas kebenaran.

Mereka menghalalkan darah anak-anak tetapi menganggap tidak boleh memakan buah tanpa membayar harganya. Mereka bersusah-susah dalam ibadah dan begadang. Ibnul Muljam berteriak berteriak ketika akan dipotong lidahnya karena takut tidak berdzikir. Mereka menganggap halal untuk memerangi `Ali.

Kemudian mereka menghunuskan pedang-pedang mereka kepada kaum muslimin. Dan tidak ada yang mengherankan dari merasa cukupnya mereka dengan ilmu mereka dan meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari `Ali. Dzul Khuwashirah telah berkata kepada Nabi: "Berbuat adillah
, karena engkau tidak adil." Dan iblislah yan menunjuki mereka kepada kehinaan ini. Kita berlindung kepada Allah dari ketergelinciran." (Talbis Iblis hal 123).

Firqah-firqah Khawarij

Imam Ibnul Jauzi berkata: "Haruriyah (nama lain dari Khawarij-pen) terbagi menjadi dua belas kelompok. Pertama; al Azraqiyah, mereka berkataL: Kami tidak tahu seorangpun yang mukmin. Dan me
reka mengkafirkan kaum muslimin (ahli kiblat), kecuali orang yang sefaham dengan mereka. Kedua : Ibadhiyah, mereka berkata: Siapa yang menerima pendapat kita adalah orang mukmin dan siapa yang bepaling adalah orang munafik. Ketiga : Ats Tsa`labiyah, mereka berkata : Sesungguhnya Allah tidak ada menetapkan qadha dan qadar. Keempat : Al Hazimiyyah, mereka berkata: Kami tidak tahu apa iman itu. Dan semua makhluk akan diberi udzur (dimaafkan karena ketidaktahuaanya). Kelima : Khalafiyah, mereka berkata : Pria dan wanita yang meninggalkan jihad berarti telah kafir (Ini seperti pendapat NII, dan jama`ah jihad lainnya semisal, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Bashir). Keenam : Al Mujarromiyah, mereka berpendapat : Seseorang tidak boleh menyentuh orang lain , karena dia tidak tahu yang suci dengan najis. Dan janganlah dia makan bersama orang itu hingga orang itu bertaubat dan mandi (ini seperti pendapat LDII). Ketujuh: Al Kanziyah, mereka berpendapat : Tidak pantas bagi seseorang untuk memberikan hartanya kepada orang lain, karena mungkin dia bukan orang yang berhak menerimanya. Dan hendaklah dia hendaklah dia menyimpan harta itu hingga muncul para pengikut kebenaran. Kedelapan: Asy Syimrakiyah, mereka berpendapat : Tidak mengapa menyentuh wanita ajnabi (yang bukan mahram), karena mereka adalah rahmat (ini seperti pendapat Hizbut Tahrir). Kesembilan: Al Akhnasiyah, mereka berpendapat: Orang yang mati tidak akan mendapat kebaikan dan kejelekan setelah matinya. Kesepuluh: al Muhakkimiyah, mereka berpendapat ; siapa yang berhukum kepada makhluk adalah kafir. Kesebelas : Mu`tazilah dari kalangan Khawarij, mereka berkata: Samar bagi kami masalah `Ali dan Muawiyah, maka kami berlepas diri dari dua kelompok itu. Kedua belas: Al Maimuniyah, mereka berpendapat: Tidak ada imam, kecuali dengan restu orang-orang yang kami cintai." (Talbis Iblis hal. 32-33).

Harakah-harakah Islam dewasa ini juga banyak terkena fikrah (pemikiran) seperti ini. Mereka menganggap kaum muslimin yang tidak sefaham dengan mereka sebagai orang-orang yang telah murtad dari agama Allah. Dan yang parahnya juga, mereka membolehkan untuk mencuri barang milik selain kelompok meeka dengan alasan : Ini harta orang kafir (fai`)..

Tetapi ketika dakwwah salafiyyah muncul dan kemudian menyeang mereka dan meluluhlantakan mereka, mereka pun sekarang berkata: Kami juga Salafy, ya akhi. Kami juga ahlus Sunnah. Ini mirip dengan seperti yang dikatakan oleh penyair;

"Semua mengaku memiliki hubungan dengan Laila. Tapi Laila sendiri tidak mengakuinya."

Maka hendaknya seorang itu melihat kembali dan mengoreksi langkah dakwah yang ia tempuh selama ini. Dan hendaknya ia kembali kepada manhaj salaf dalam aqidah dan manhaj. Dan itu akan didapat dengan belajar serta memohon bimbingan dari Allah. Atau kalau kita tidak akan menjadi seperi yang dikatakan oleh Allah:

"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini , sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al Kahfi 103-104).

Dan amalannya hanya akan menjadi amalan yang meletihkan." (Al Ghasyiyah: 3).

Maka hendaknya seseorang itu berhati-hati dalam bekerja. Hendaklah dia sadar kalau amalannya akan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Dan jadilah dia orang yang merugi di akhirat. Mari kita ajak mereka dengan tegas : "Kembali kepada Al Qur`an dan Sunnah dengan pemah
aman para salaf umat ini."

BOLEHKAH SESEORANG MEMERANGI KHAWARIJ?

Imam Al Barbahari berkata: "Dihalalkan memerangi Khawarij bila mereka menyerang kaum muslim
in, membunuh mereka, merampas harta dan mengganggu keluarga merega." (hal. 78).

Penutup

Sebagai pe
nutup pembicaraan tentang Khawarij, saya akan membawakan sebuah kisah tentang taubatnya seorang Khawarij. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al Lalika`i, setelah beliau membawakan sanadnya, beliau berkata: Muhammad bin Ya`qub Al Hasham berkata: Pernah ada dua orang Khawarij thawaf di Baitullah, maka salah seorang berkata kepada temannya: Tidak ada yang masuk surga dari semua yang ada ini kecuali hanya aku dan engkau saja. Maka temannya berkata: Apakah surga diciptakan Allah seluas langit dan bumi hanya akan ditempati oleh aku dan engkau? Temannya berkata: Betul. Maka temannya tadi berkata: Kalau begitu, ambillah surga itu untukmu. Maka orang itupun meninggalkan faham Khawarijnya. (Syarah Ushul I`tiqad Ahlus Sunnah wal Jama`ah 7/1234 tahqiq DR. Ahmad Sa`ad Hamdan no. 2317) . Allahu a`lam bish shawab