Kamis, 24 September 2009

Hisyamiyah

Catatan: Tulisan ini diperuntukkan bagi para pembaca ahli yang cukup banyak membaca literatur Islam atau memahami seluk-beluk Islam dan bagi pemula tidak disarankan untuk mengikuti tulisan ini agar terhindar dari kebingungan dan salah faham.

Mereka ini adalah para pengikut dua orang yang sama-sama bernama Hisyam, Hisyam bin al-Hakam, yang termasyhur dengan pandangan-pandangan antrhropomorphisnya, dan Hisyam bin Salim al-Jawaliqi yang mengikuti pandangan-pandanagn itu. Hisyam bin al-Hakam adalah seorang teolog Syi'ah. Dia banyak berdebat dengan Abu al-Hudzail mengenai pekara-pekara teologis, di antaranya ialah dalam persoalan-persoalan mengenai anthropomorphisme dan ilmu Allah terhadap segala sesuatu.

Ibn al-Rawandi meiwayatkan dari Hisyam bahwa dia mengatakan ada beberapa jenis keserupaan antara Allah dengan benda jasmaniah (corpreal things), kalau tidak demikian maka niscaya semua tak akan dapat mengetahui-Nya. Tetapi menurut al-Ka'bi, dia mengatakan bahwa Allah merupakan sesuatu atau sebuah jisim yang memiliki bagian-bagian dan sebagian daripadanya berbentuk banyak, tetapi Dia sama sekali tak serupa dengan makhluk atau makhluk tidak serupa dengan Dia. Dikatakan pula bahwa Dia berada pada suatu tempat dan lokalitas yang khas bagi-Nya, bahwa Dia bergerak, tetapi gerakannya itu adalah aktifitas-Nya sendiri dan bukan gerakan dari suatu ke suatu tempat lain. Dia juga mengatakan bahwa dalam dirinya sendiri Allah merupakan suatu Dzat yang terbatas (Dzat yang terbatas kepada diri-Nya sendiri), tetapi bagaimanapun Dia bukan Dzat yang terbatas dalam kekuasaan-Nya. Menurut Abu 'Isa al-Warraq, dia juga mengatakan bahwa Allah berkontak dengan Arsy-Nya dengan suatu cara sehinga tak ada bagian manapun dari bagian-Nya yang menutupi Arsy itu yang melebihinya.

Pandangan-pandangan Hisyam bin Hakam adalah sebagai berikut: Allah secara eternal (kekal) mengetahui diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu selain diri-Nya dia ketahui setelah semua itu berwujud (setelah ada baru dapat Dia ketahui), dengan suatu ilmu yang tidak dapat dikatakan apakah ia eternal atau diciptakan. Alasannya ialah bahwa yang dikatakan ilmu mesti ia merupakan suati sifat, dan suatu sifat tak bisa dilukiskan atau diuraikan lebih lanjut di sini. Tidak pula bisa dikatakan bahwa ilmu-Nya itu adalah Dia sendiri atau selain Dia, atau hanya ilmu-Nya bagian dari Dia.

Adapun mengenai kalam Allah Hisyam berpendapat bahwa ia adalah sesuatu sifat Allah, dan tidak bisa dikatakan apakah ia diciptakan atau tidak.

Hisyam berpendapat bahwa aksiden-aksiden tidak akan mampu menuntun kita untuk mengetahui Allah, sebab sebagian dari aksiden-aksiden itu membutuhkan suatu bukti keberadaannya masing-masing. Apa yang akan menghantarkan kita untuk mengetahui-Nya mestilah sesuatu yang eksistensinya terbukti dengan serta merta, dan bukannya sesuatu yang dapat kita ketahui dengan infrensi kita. Dia juga mengatakan bahwa kapasitas adalah sesuatu tanpa mana suatu perbuatan tak akan ada, misalnya, alat/perkakas, anggota tubuh, waktu dan tempat.

Sementara itu Hisyam bin Salim mengatakan bahwa Allah berbentuk seorang manusia. Bagian sebelah atas hampa sedang bagian sebelah bawah bersifat padat. Dia adalah seberkas sinar yang bersinar cemerlang, disamping lima indranya, Dia mempunyai tangan, kaki, hidung, mata, mulut dan rambut-Nya yang hitam, hitam pekat bersinar. Namun, Dia bukanlah daging dan darah.
Hisyam juga mengatakan bahwa kapasitas merupakan bagian dari seseorang yang berkemampuan (untuk berbuat). Selanjutnya diriwayatkan bahwa dia berpendirian bahwa mungkin saja para Nabi untuk melakukan dosa-dosa, kendatipun mereka (Hisyam dan pengikutnya) mempercayai ke ma'shum'an para imam. Dia membedakan antara Nabi dan imam dengan mengatakan bahwa Nabi menerima wahyu yang dengannya dia diperingatkan dari dosanya dan bertaubat, akan tetapi imam tidaklah menerima wahyu, maknanya pastilah dia bebas dari dosa.

Hisyam berpandangan ekstrim dalam pandangan-pandangannya tentang Ali. Dia mengatakan bahwa Ali adalah Allah yang wajib ditaati. Hisyam al-Hakam ini adalah seorang teolog yang bermata sebelah, barangkali tak melupakan kritisismenya terhadap Mu'tazilah. Sungguh dia melakukan suatu kesalahan yang lebih besar daripada mencela musuh-musuhnya dan ia telah terperosok ke jurang anthropomorphisme yang lebih menjijikkan, sebab dia telah mengkritik al-Allaf dengan mengatakan, "Anda mengatakan bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya dan ilmu-Nya adalah esensi-Nya. Kalau demikian, berarti Allah akan seperti benda-benda yang diciptakan yang ia ketahui dengan ilmu-Nya, tetapi tidak seperti benda-benda yang diketahui-Nya melalui esensi-Nya. Dia mengetahui tetapi tidak seperti mengetahui benda-benda selain Dia. Lalu, mengapa Anda tak mengatakan bahwa Allah suatu jisim tetapi tak seperti jisim yang lain? Atau, bahwa Dia mempunyai bentuk tetapi tak seperti bentuk-bentuk yang dimiliki oleh selain Dia. Dia seorang manusia tetapi tidak seperti manusia-manusia yang lain."

Zurarah bin A'yun sekata dengan Hisyam dan mengatakan bahwa ilmu Allah itu diciptakan. Dia selanjutnya menambahkan bahwa kekuasaan-Nya, hidup-Nya, dan sifat-sifat-Nya yang lain juga diciptakan, dan bahwa sebelum penciptaan semau sifat-sifat ini, Allah tak mengetahui, berkuasa, hidup, melihat, berkehendak, dan berbicara. Dia (Zurarah) mendukung Imamah 'Abdullah bin Ja'far, tetapi ketika dia menanyakan kepada 'Abdullah bin Ja'far hal yang sama, ia memperoleh jawaban yang tak memuaskan, maka dia berbalik menyokong imamah Musa bin Ja'far. Menurut beberapa keterangan, dia tak mengakui Imamah 'Abdullah, tetapi dia hanyalah menunjuk Alquran sembari mengatakan, "Inilah imamku, agaknya menjadi terlalu sukar bagi saya untuk mengakui 'Abdullah bin Ja'far sebagai imam saya."
Diriwayatkan bahwa Zurarah berpendirian bahwa ilmu yang dimiliki seorang imam adalah ilmu yang mutlak perlunya, dan mustahil bagi dia bodoh. Alasannya ialah bahwa semua ilmunya adalah ilmu yang natural dan mutlak perlunya. Apa yang dapat diketahui orang lain melalui akalnya itu namanya ilmu yang primer bagi imam dan mutlak perlunya, sedangkan ilmu natural tak akan tercapai oleh selain imam.

Tidak ada komentar: